Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

12 Agustus 2009

I Love You Full Noordin dkk

Awalnya saya sangat mendukung Pemerintah Indonesia untuk memerangi terorisme di Indonesia. Mata saya cuma melihat pada sosok nasionalisme dan keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Namun ketika dewasa artinya pasca lulus dari kuliah dan menyentuh pada keadaan riil masyarakat Indonesia ternyata mata hati saya mulai terbuka. Keadaan masyarakat Indonesia ini sudah semakin 'rusak' baik itu secara perilaku maupun mentalitas, yang terjadi pada pimpinan dan masyarakat.

Saya melihat setidaknya pranata sosial asli bangsa Indonesia seperti hukum adat istiadat telah luntur, digantikan hukum perundang-undangan yang katanya lebih manusiawi (humanisme). Namun disinilah saya melihat kelemahannya, ketika kita mendengung-dengungkan persatuan dan kesatuan nyatanya mental kita telah rusak. Efek psikologis untuk membangun bangsa bersama dikalahkan nafsu serakah dari pribadi untuk kepentingan perut masing-masing. Sangsi sosial dari masyarakat pun tak ada lagi dan kalau sudah begini nilai hukuman dari para koruptor itu dilihat dari kelihaian para lawyer dan uang yang berbicara. Artinya supremasi huukum dinegara kita yang mengaku negara hukum sudah luntur. Apalagi pandangan masyarakat sekitar pada para koruptor, pembunuh, pengedar narkoba tak sengak lagi, gak seperti masa lalu bahkan media berebut menanggap dan meminta klarifikasi.

Ya... ketika kejahatan dan kriminalisasi dalam arti yang sesungguhnya di negara mulai marak siapa yang hendak berbuat untuk memperbaikinya. Alih-alih memperbaiki, keadaan toh makin buruk saja, tatanan sosial masyarakat pada nilai-nilai kebaikan berada pada titik terendah saat ini. Yang dipikirkan para negarawan sekarang hanyalah cara untuk melanggengkan kekuasaan dan tak kehilangan karisma di masyarakat. Janji mengemban amanah dan pertanggungjawaban di akhirat bagi para pemimpin layaknya bagai dongeng saja. Siksa dan hukuman neraka Jahannam seakan tak melunturkan kelakuan buruk kita di mata Allah.


Walaupun sejak kecil saya sudah dekat dengan dunia pesantren dan sekolah Islam namun pada saat beranjak dewasa saya menjelma menjadi generasi abangan yang sekuler yang dekat dengan sosialis dan hampir komunis. Tidak hanya saya bahkan rekan-rekan segenerasi atau bahkan para generasi baru bahkan menjadi generasi yang gagal secara akhlak. Siapa yang membentuknya? Jelas masyarakatlah. Lalu siapa yang berwenang mengatur norma, tatanan sosial di masyarakat? Ya jelas Pemerintah. Kalau dikatakan para pengusa bahwa itu tergantung lembaga agama masing-masing, itu jelas salah.

Kenapa? Padahal di negara Indonesia ini memang terdiri dari lima macam agama plus plurarisme kebudayaan. Namun Pemerintah sendiri cenderung mengambil jalan tengah dimana jalan tersebut tak cukup menyentuh nilai-nilai pada masing-masing agama. Bahkan Islam yang menjadi agama mayoritas di muka bumi Indonesia seolah tak punya kekuatan. Coba bandingkan ketika anda duduk dalam suatu parlemen dimana anda menjadi partai mayoritas mutlak namun ketika voting untuk suatu kepentingan partai anda namun suara anda tiba-tiba berkurang bukankah para pimpinan partai akan langsung mencari orang-orang yang menggembosinya dan membuangnya dari partai tersebut. Cobalah bersikap positif jangan mencari alasan demi membenarkan suatu alibi.

Jadi ketika jihad sudah melanda umat Islam ketika diawali konflik di Ambon, lalu Poso dan menyebar ke penjuru negeri. Kenapa kita masih memicingkan mata untuk mereka? Kan sudah ada Pemerintah untuk apa ikut-ikutan nambah runyam masalah. Ya itulah tadi, Pemerintahan yang kepanjangan tangan barat hanyalah menuduh bahwa pihak Islam garis keras (fundamentalis) lah yang memperkeruh suasana, membuat konflik berkepanjangan. Itu karena kelambanan para penguasa. Apa anda tidak merasa ada yang salah di tatanan kehidupan umat Islam di Indonesia? Sekarang, Islam hanyalah suatu simbol untuk membedakan agama orang tertentu dengan lainnya. Anda juga bisa melihat simbol itu di KTP masing-masing, Agama: Islam. Lalu, apa yang bisa anda lakukan untuk Islam? Konyolnya umat Islam kadang tak mengetahui apa sesungguhnya konsekuensi logis dalam beragama. Kadang-kadang repot, judi tetap jalan sedangkan sholatnya yo jalan walaupun jarang-jarang. Kalau waktunya puasa ya ikut namun kadang-kadang kalau kuat ya puasa kalau nggak ya makan. Adat istiadat dalam perayaan hari-hari Islam bahkan kini menjadi mudhorot dan jauh dari nilai Islam itu sendiri, seolah membuat kita makin jauh terperosok ke jaman Jahiliyah. Kita yang paham kondisi seperti ini walaupun bukan kyai seharusnya yo bisa menasehati paling tidak kita lebih baik dari mereka. Tapi kadangkala semuanya perlu tindakan repressive dari Pemerintah namun ketika Pemerintahan sudah menjadi kepanjangan tangan barat apalah harapan?

Saya yakin terorisme - Pemerintah Indonesia ngomongnya seperti ini-, pasti nggak ada di bumi Indonesia lagi kalau tatanan umat Islam itu sudah benar. Dan umat lain menghargai dan tak memperkeruh nilai-nilai Islam di masyarakat dengan membentuk citra sendiri sebagai masyarakat Indonesia haruslah ini itu dsb. Jadi walaupun Pemerintah kemarin bisa membunuh Azahari, hari ini Noordin, besok Dulmatin, atau Umar dan lain-lain. Kerja Pemerintah memberantasnya takkan pernah usai dan teror tetap berlanjut selama akar permasalahan tak dibenahi.

Hmm... masih pantaskah mereka yang ingin menegakkan kehidupan dan membela hak-hak dan kewajiban umat Islam yang kacau balau ini disebut teroris? Ya, mungkin Pemerintah benar bahwa mereka salah karena telah melanggar undang-undang Negara Indonesia. Tapi dimata hati saya, mereka adalah pahlawan karena berani berjihad demi menegakkan kebenaran Islam di muka bumi Indonesia walaupun yang diambil adalah jalan kekerasan. Memang jihad Islam tak harus melalui kekerasan tapi ketika cara halus gagal dan mereka (ulama dan wakil rakyat) yang seharusnya berjuang malah sibuk menikmati jabatan dan cara melanggengkannya. Masih pantaskah kita mengharap tatanan Islam menjadi baik di negara ini?   


1 komentar:

  1. inspiring ?

    noordin top sejatinya serupa artis reality show. begitu apa ya ?

    :)

    BalasHapus