Menjelang gelaran PEMILU Presiden 2014, beberapa partai politik mulai menggodok konsep merebut simpati publik. Secara gamblang perang terbuka antar parpol parpol besar sudah tersaji di ranah publik. Dan di era ini yang bermain adalah teknologi informasi. Dimana siapa yang menguasai informasi, dialah yang jadi pemenangnya.
Salah satunya media informasi yang paling dekat dengan publik adalah Televisi. Secara tak sadar, tiap hari masyarakat dicekoki oleh berita yang sesuai dengan misi dan visi si pemilik informasi alias si pemilik stasiun TV tersebut, walaupun ada juga informasi yang sifatnya adalah reporting atau laporan kejadian. Dan publik pun larut dalam perang opini yang digiring oleh media massa tersebut.
Beberapa kali saya selalu saksikan berita mengenai perkembangan dampak lumpur Lapindo akhir akhir ini. Terlihat sangat kenceng, kontinyu, dan seperti seakan dipaksakan untuk di blow up besar-besaran. Dan jelas berita berita semacam ini hanya bisa disaksikan di Metro TV dan MNC Group. Dan 120% nggak akan mungkin anda dapatkan di TVOne atau ANTV, Vivanews.com dan sejenisnya. Begitu pula dengan TVOne dan ANTV yang rajin menggiring publik untuk selalu update pada kasus-kasus Nazaruddin CS dan Kasus Bank Century -yang juga diduga banyak melibatkan para petinggi partai Demokrat. Serta tak lupa juga untuk memborbardir Kasus Cek Pelawatnya Nunun Nurbaeti yang diduga banyak pengurus PDIP terjerat kasus ini. Dan setali dua uang, nampaknya METRO TV dan MNC Group mengamini pula.
Itu hanyalah....salah satu fenomena yang muncul. Anda harus lihat peran dan misi apa di balik berita tersebut, serta siapa orang orang dibalik media tersebut. Apakah berita ini benar-benar pure (murni) untuk kepentingan rakyat agar peduli dan 'mau bergerak' mengawasi/ mengoreksi Pemerintah atau hanya salah satu scene dalam sandiwara politik tingkat tinggi.
Kalau di MetroTV dan MNC Group bercokol Surya Paloh dan Harry Tanoe, yang tak lain berdiri pada Partai Nasdem, partai yang baru seumur jagung. Dengan usia yang masih sangat muda, tentu sangat sulit untuk meraih target suara yang banyak. Kita tahu bahwa Surya Paloh adalah bekas petinggi Partai Golkar, yang notabene 'pro' JK dan memilih keluar. Tapi yang kita tahu, Surya Paloh ini punya pendukung di Golkar yang banyak dan tentu saja ingin mencari dukungan dari suara yang ngambang dari partai berlamabang pohon beringin tersebut.
Tapi bagi Partai Golkar, 'gangguan' dari kubu Partai Nasdem tersebut hanya dianggap angin lalu. bahkan dari media yang saya baca, Ical pernah berseloroh, Nasdem? Panas Demam maksudnya.....
Ya... setidaknya saya tahu fokus Ical dengan Golkarnya adalah menghancur-leburkan Demokrat yang bakal tak bisa diperkuat lagi oleh SBY di gelaran PilPres 2014. Juga menghapus PDIP dari peta persaingan menuju RI 1. Melihat 'peta sementara', tampaknya Golkar terlihat digdaya dengan menguasai media informasi yang memiliki rating tinggi. Ya... tapi pertanyaannya, siapa yang mau milih Ical jadi Presiden? Kalau urung memilih karena ingat Ical ingat Lapindo, berarti MetroTV dan MNC Group berhasil menancapkan brand Ical di benak anda. Tapi saya yakin Demokrat akan mati-matian tetap eksis dijagad perpolitikan Indonesia walau tanpa SBY lagi. Bisa saja dengan mencoba mendekati Prabowo (Pembina Partai Gerindra) -sebagai figur yang bisa diterima masyarakat. Demi menancapkan legislator-legislator dari Demokrat tetap eksis, dan kompas perpolitikan masih di tangan mereka. Can't wait and see, soon!
Sebenarnya sebagai warga negara, segala informasi di media massa seharusnya sungguh-sungguh untuk kepentingan publik, bukan demi ini, itu, dan pesanan partai politik tertentu, dalam arti fair dan netral. Itulah kenapa seharusnya media Informasi seharusnya menjunjung azas independent dan menyampaikan informasi secara gamblang. Tapi zaman ini adalah era informasi, siapa yang menguasai informasi dialah yang berjaya.
Salah satunya media informasi yang paling dekat dengan publik adalah Televisi. Secara tak sadar, tiap hari masyarakat dicekoki oleh berita yang sesuai dengan misi dan visi si pemilik informasi alias si pemilik stasiun TV tersebut, walaupun ada juga informasi yang sifatnya adalah reporting atau laporan kejadian. Dan publik pun larut dalam perang opini yang digiring oleh media massa tersebut.
Beberapa kali saya selalu saksikan berita mengenai perkembangan dampak lumpur Lapindo akhir akhir ini. Terlihat sangat kenceng, kontinyu, dan seperti seakan dipaksakan untuk di blow up besar-besaran. Dan jelas berita berita semacam ini hanya bisa disaksikan di Metro TV dan MNC Group. Dan 120% nggak akan mungkin anda dapatkan di TVOne atau ANTV, Vivanews.com dan sejenisnya. Begitu pula dengan TVOne dan ANTV yang rajin menggiring publik untuk selalu update pada kasus-kasus Nazaruddin CS dan Kasus Bank Century -yang juga diduga banyak melibatkan para petinggi partai Demokrat. Serta tak lupa juga untuk memborbardir Kasus Cek Pelawatnya Nunun Nurbaeti yang diduga banyak pengurus PDIP terjerat kasus ini. Dan setali dua uang, nampaknya METRO TV dan MNC Group mengamini pula.
Itu hanyalah....salah satu fenomena yang muncul. Anda harus lihat peran dan misi apa di balik berita tersebut, serta siapa orang orang dibalik media tersebut. Apakah berita ini benar-benar pure (murni) untuk kepentingan rakyat agar peduli dan 'mau bergerak' mengawasi/ mengoreksi Pemerintah atau hanya salah satu scene dalam sandiwara politik tingkat tinggi.
Kalau di MetroTV dan MNC Group bercokol Surya Paloh dan Harry Tanoe, yang tak lain berdiri pada Partai Nasdem, partai yang baru seumur jagung. Dengan usia yang masih sangat muda, tentu sangat sulit untuk meraih target suara yang banyak. Kita tahu bahwa Surya Paloh adalah bekas petinggi Partai Golkar, yang notabene 'pro' JK dan memilih keluar. Tapi yang kita tahu, Surya Paloh ini punya pendukung di Golkar yang banyak dan tentu saja ingin mencari dukungan dari suara yang ngambang dari partai berlamabang pohon beringin tersebut.
Tapi bagi Partai Golkar, 'gangguan' dari kubu Partai Nasdem tersebut hanya dianggap angin lalu. bahkan dari media yang saya baca, Ical pernah berseloroh, Nasdem? Panas Demam maksudnya.....
Ya... setidaknya saya tahu fokus Ical dengan Golkarnya adalah menghancur-leburkan Demokrat yang bakal tak bisa diperkuat lagi oleh SBY di gelaran PilPres 2014. Juga menghapus PDIP dari peta persaingan menuju RI 1. Melihat 'peta sementara', tampaknya Golkar terlihat digdaya dengan menguasai media informasi yang memiliki rating tinggi. Ya... tapi pertanyaannya, siapa yang mau milih Ical jadi Presiden? Kalau urung memilih karena ingat Ical ingat Lapindo, berarti MetroTV dan MNC Group berhasil menancapkan brand Ical di benak anda. Tapi saya yakin Demokrat akan mati-matian tetap eksis dijagad perpolitikan Indonesia walau tanpa SBY lagi. Bisa saja dengan mencoba mendekati Prabowo (Pembina Partai Gerindra) -sebagai figur yang bisa diterima masyarakat. Demi menancapkan legislator-legislator dari Demokrat tetap eksis, dan kompas perpolitikan masih di tangan mereka. Can't wait and see, soon!
Sebenarnya sebagai warga negara, segala informasi di media massa seharusnya sungguh-sungguh untuk kepentingan publik, bukan demi ini, itu, dan pesanan partai politik tertentu, dalam arti fair dan netral. Itulah kenapa seharusnya media Informasi seharusnya menjunjung azas independent dan menyampaikan informasi secara gamblang. Tapi zaman ini adalah era informasi, siapa yang menguasai informasi dialah yang berjaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar