Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

26 Juni 2012

Funday 23 Juni 2012, 13th Anniversary Patlite

Cerita Foto

Manabu & Sawa
Lomba Yel yel
Miss ...
Narsis


Tari Persembahan: Tari Yapong

'Waria' Show

07 Juni 2012

Shutdown, Panik, dan Kerusuhan

Di kota besar yang menjadi jantungnya denyut nadi perekonomian segala infrastruktur publik pasti sudah tersistem. Dan itulah yang membuat masyarakat kota sangat-sangat tergantung kepadanya dan merasa ini sangatlah penting. Sehingga infrastruktur tersebut tidak bisa terganggu barang sekejap saja.

Lalu saya berandai-andai jika sebuah kota diserang oleh teroris, maka target utamanya adalah melumpuhkan infrastruktur publik. Saya bisa bayangkan, akibatnya pasti sangat-sangatlah buruk! Publik bisa marah, panik, frustasi, atau bahkan kerusuhan terjadi dimana-mana.

Berikut ini infrastruktur penting yang layak dilakukan sabotase, antara lain:
1. Memutus/merusak distribusi air bersih.
2. Merusak/memutus jaringan kabel listrik, gardu induk, atau Power Plant.
3. Merusak/mensabotase pasokan minyak (BBM).
4. Merusak/mensabotase jaringan telekomunikasi.

Saya rasa itu saja sudah sangat membuat kerepotan semua warga karena pasti marah pada Pemerintah.  Apalagi jika ternyata ada sistem yang sudah terkontrol atau terkoneksi dengan internet atau link. Akan lebih mudah jika terorisnya jagoan, bisa meng-hack. Tentu saja obyek berikut ini yang layak dipilih, antara lain:

5. Mengacaukan pasar saham.
6. Mengobrak abrik rekening tabungan orang, dan
7. Membuat kacau jadwal transportasi publik.

Wuih... langsung deh publik bakal panik, frustasi, rusuhan, penjarahan, dan demo bakal terjadi di mana-mana. kayak Die Hard 4.0 dengan Fire sale-nya, Ya... lah, tapi itu kan masih sebatas angan-angan nakal.

Bagaimana kalau ada beneran?

06 Juni 2012

Polisi Over Acting, Bonek Jadi Tumbal

www.centroone.com
Terkait insiden tewasnya seorang suporter Persebaya saat lanjutan kompetisi Indonesia Premier Lague (IPL) melawan Persija di Gelora 10 November, Surabaya, Minggu (03/06) kemarin. Ketua Yayasan Suportes Surabaya (YSS) anggap tindakan polisi berlebihan.
"Bonek sebenarnya hanya ingin mencopot spanduk di pinggir lapangan saat pertandingan usai. Namun dihadang polisi. Keduanya pun cekcok dan aksi saling dorong. Inilah yang memicu lemparan botol air minum dari tribun ke arah polisi di lapangan yang disusul tembakan beberapa gas air mata oleh polisi yang membuat suporter berhamburan hingga ada yang terinjak dan tewas," terang Ketua YSS, H Imron, Senin (04/06).
Dikatakannya, aksi aparat kepolisian yang menembakkan gas air mata ke arah penonton adalah reaksi berlebihan.

"Penyelesaiannya tidak harus seperti itu, tak harus dengan kekerasan. Kalau Bonek ada masalah, cukup tegur saja korlap boneknya," tandas pengganti Wastomi Suheri sebagai Ketua YSS itu.

Cerita lain datang dari Dirigen Bonek, Okto Tyson. Dituturkannya, tindakan polisi itu over acting. Pasalnya, saat beberapa bonek turun ke lapangan untuk mencopot spanduk di pinggir lapangan. Pertandingan tersebut sudah selesai. Namun, polisi yang masih bersiaga, tiba-tiba menendang dan memukul sporter dengan pentungan.

"Melihat ada beberapa bonek yang di lapangan di pukul dan ditendang. Rekan-rekan bonek yang ada di tribun pun marah dan melempar botol mineral ke tengah lapangan," terangnya.

Mendapat lemparan, polisi pun langsung membombardir para bonek di tribun dengan beberapa tembakan gas air mata. Akibatnya, para bonek, diantaranya anak-anak dan wanita berdesak-desakan berebut keluar stadion.

"Itulah yang membuat banyak korban mengalami luka dan satu orang meninggal dunia akibat terinjak-injak saat berebut keluar," tukas Tyson. (sumber)

Bonek Ketiban Awu Anget
Beda konteks antara kerusuhan suporter di Surabaya dan di Jakarta. Dan kita tidak bisa menjeneralisasi keadaan bahwa situasi yang terjadi adalah sama. Saat momen kerusuhan di Surabaya pecah, publik masih hangat-hangatnya dibayango kekerasan antar suporter Persija terhadap suporter yang disinyalir dari Persib. Istilahnya Persebaya saat itu hanya ketiban awu anget dari permasalahan yang belum tuntas. Sepertinya ini menjadi kado buruk bagi warga Surabaya yang baru saja merayakan Hari Jadi Kota Surabaya

Padahal kalau dilihat sepanjang jalannya pertandingan, sangat seru. Memang ada riak riak kecil, ketika penonton melempari botol mineral ke tengah lapangan karena terprovokasi pemain lawan, tapi langsung dihentikan. Sepanjang pertandingan korlap telah bekerja ekstra keras hingga akhirnya 90 menit berjalan normal.

Aksi kerusuhan justru terjadi setelah pertandingan usai ketika bonek mania ingin mencopot spanduk di pinggir-pinggir lapangan, namun malah dihadang petugas polisi. Petugas mungkin terlalu panik ketika penonton mulai turun ke lapangan. Celakanya malah petugas kepolisian yang menembakkan gas air mata ke arah penonton dan itu sangat berlebihan. Padahal mereka hanya mengamankan pertandingan dan bukan menangani pengunjuk rasa yang marah. Polisi tidak perlu bertindak berlebihan dalam mengatasi aksi para suporter. Apalagi dengan tembakan dan dengan kekerasan.

Tindakan polisi tersebut over acting dan terkesan tidak dapat menguasai massa. Mungkin juga ada kaitannya dengan kepemimpinan Kapolrestabes Surabaya yang sekarang, Irjen Pol Tri Maryanto, berbeda karakter dengan pendahulunya, Kombes Pol Coki Manurung yang dinilai lebih dekat dan persuasif.

Dan yang jelas, kita tidak bisa menjeneralisasi kasus ini dengan kasus Persija vs Persib. Bahwa suporter bola itu biang rusuh, itu juga tidak bisa dibenarkan. Karena sesungguhnya sepakbola tanpa penonton itu ya sama saja mematikan olahraga tersebut. Olahraga tidak bisa dilepaskan dari sisi komersil alias sponsor. Sponsor mana yang mau menseponsori pertandingan yang tanpa 'gairah'? Apalagi sampai tak diberi ijin menggelar pertandingan.

Koreksi ini harusnya dijalankan seiring sejalan di sisi ekstrenal dan internal. Artinya, dalam pihak suporter seharusnya turut mendewasakan diri. Korlap, Korwil, dan Ketua Suporter haruslah bisa memimpin dan memberi sanksi tegas anak buahnya yang anarkis dan memberi bimbingan tak kenal putus untuk menjadikan suporter bola kita menjadi lebih bermartabat. Please, tolonglah berkaca ke Inggris, negara yang telah berhasil menjadikan suporter lebih dewasa dan jauh dari kata hooliganisme. Sementara kepolisian selaku lembaga yang menaungi keamanan lingkungan harus bisa lebih 'mengayomi' organisasi suporter dan memberi pendekatan psikologis. Kalau langsung alergi bola dan suporter ya itu namanya, "Menyelesaikan masalah dengan masalah." Sama halnya ketika menemukan kebocoran di selang yang kita pakai ke kamar mandi, lalu supaya tidak bocor kita tutup krannya, berarti kita tidak bisa menikmati air. Itukah yang kita mau?

05 Juni 2012

Ketika Alat Kebersihan Hanya Jadi Pajangan

Sudah hampir seminggu ini dinding kamar mandi ini tidak kubersihkan dan mulai terlihat kerak kotor dan berlumut. Akhirnya sembari berniat mandi lalu kuambillah penggosok lantai kamar mandi. Dan mulailah kugosok ke dinding, namun ternyata di dalam sela–sela fiber penggosok, keluarlah belasan semacam kutu busuk. Serta merta kutumpahkan cairan pembersih, dan efeknya semuanya langsung kejet-kejet meregang nyawa. Sekalian saja sikat penggosok lantai bekerja membersihkan semua area yang sudah seminggu ini tak terjamah dan hasilnya kinclong dan wangi lagi ruang kamar mandiku.

Ada yang membuatku tak habis pikir, kok bisa-bisanya para kutu busuk itu sembunyi di dalam sikat lantai, berkembang biak dan saya selama ini tidak tahu!!! Padahal itu sikat lho, alat kebersihan, lha kok berani-beraninya sembunyi disitu. Ya... begitulah, kalau alat kebersihan hanyalah jadi pajangan, pelengkap peralatan di kamar mandi.

Saya lalu berandai-andai dengan situasi di Republik Indonesia ini, saya mencoba menganalogikan cerita saya pada kondisi negara yang carut marut ini. Kalau kutu busuk kita analogikan dengan para penjahat dan koruptor, lalu sikat lantai sebagai aparat penegak hukum, dan cairan pembersih ini sebagai bukti.

Jadi analoginya terhadap kejahatan atau korupsi di negeri ini ya seperti ini. Tempat terbaik untuk para penjahat atau para koruptor sembunyi adalah di dalam perlindungan aparat penegak hukum. Buat jadi tempat nyaman, bahkan dengan kasat mata tak akan tampak keburukan. Apalagi aparat penegak hukum hanyalah pelengkap, pajangan sebagai koleksi perlengkapan negara dalam menegakkan hukum dan keadilan. Lha kalau tidak pernah digunakan, apa yang mau diharapkan. Sementara, bukti tidak ada apakah mungkin keadilan dapat ditegakkan dan kejahatan dihapus tuntas. Apalagi, hal ini harus dilakukan kontinunitas (terus menerus), tidak lantas selesai begitu saja ketika kasus pertama usai, ya.. istilah preventive action. Ya begitulah, semuanya perlu peran yang luar biasa dari pihak pihak terkait.

Demikianlah renungan pagi ini