Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

20 Januari 2012

Secercik Asa Menggugah Sukma

Hmmm... sebenarnya bingung aku mau nulis apaan. Sama sekali nggak ada yang pantes diceritain. Tapi yang jelas, aku masih ingin bertahan dan hidup. Artinya aku masih punya semangat untuk menghidupi keluarga, mencari penghidupan yang terbaik, juga ingin memberikan waktu terbaikku untuk keluarga, baik itu anak istri, maupun kedua orang tuaku. Ya... setidaknya aku masih punya asa untuk hari depan yang lebih baik.

19 Januari 2012

Kuliner Mudik: Pantura Jawa Timur

Jika melewati jalur lintasan ini selama mudik, ada beberapa tempat buat pencinta kuliner yang bisa disinggahi untuk mengisi perut. Yuk, intip disini!

Setelah lintasan yang cukup panjang, kota besar pertama yang kita singgahi di Jawa Timur adalah Tuban. Bila sudah kelaparan, dan agar tidak kesasar ke mana-mana, tempat yang paling mudah dicari adalah RM Pangestune, di jalan utama yang berhadapan dengan pantai (Jl. Semarang 1, seberang Hotel Purnama, 0356 411145. RM Pangestune menyajikan masakan Jawa Timur-an istimewa.

Tujuan lain adalah Masjid Agung Tuban. Di depan masjid ada banyak warung tenda dengan berbagai tawaran kuliner Jawa Timur yang layak dicoba. Karena Tuban adalah kota pantai dengan pelabuhan nelayan yang cukup besar, masakan seafood di Tuban sangat direkomendasikan. Masakan Tuban sangat kaya bumbu/rempah. Bahkan lebih berbumbu dibanding masakan Minang.

Salah satu masakan khasnya disebut becek, dimasak dengan sekitar 14 jenis bumbu/rempah, semacam gule yang sangat pedas. Ada sebuah warung sederhana dengan sajian becek mentok yang istimewa. Sayangnya, warung ini sulit ditemukan karena tempatnya sangat mblusuk-mblusuk di tengah kampung. Ada juga satu warung sederhana dengan hidangan utama kare rajungan super-pedas yang sangat populer (RM Manunggal, Jl. Manunggal Jaya, depan SMUN 3).

Rajungan adalah sejenis kepiting. Masakannya disebut rajungan balsem karena pedasnya menyengat seperti balsem. Ada-ada saja. Hehehe ...

Dari Tuban perjalanan akan membelok ke Selatan, melewati Babat (kota asal wingko babat, jajanan dari tepung ketan dan parutan kelapa), dan terus ke Lamongan. Anda mungkin akan terkejut bila melihat gapura Kota Lamongan yang menyebut kota itu itu sebagai Kota Tahu Campur. Lho, bukankah Lamongan lebih terkenal dengan soto ayamnya (misal: Soto Ayam Pak Sadi)?

Kenyataannya, Pemerintah Kota Lamongan sendiri secara resmi memilih tahu campur sebagai ikon Lamongan. Tahu campur adalah tahu goreng campur tauge, daun selada, dan mi berbumbu petis, disiram kuah yang mirip semur dengan daging tetelan sapi.

Untuk soto ayam Lamongan, silakan cicipi di RM Mandala (Jl. Panglima Sudirman 61). Kaldu ayamnya sungguh sangat intens dan gurih. Di sini juga tersedia tahu campur. Sekali tepuk dua lalat.

Kuliner khas Lamongan adalah nasi boran – juga disebut nasi boranan, yaitu nasi dengan lauk masakan rumahan sederhana – yang dijajakan di kaki lima di sekitar alun-alun, depan Stasiun KA Lamongan.

Selain itu, Lamongan juga dikenal dengan lontong kikil, yaitu gulai kental dari kikil sapi, dimakan dengan lontong. Bila ingin mencicipi lontong kikil yang paling mak nyuss, rekomendasi saya justru bukan di Lamongan, melainkan di Surabaya (Lontong Kikil Waru).

Akhirnya, kota terakhir sebelum masuk ke Surabaya adalah Gresik. Favorit saya adalah cangkrukan – nongkrong sambil kongkow minum kopi – di warung kopi Cak Wito di gang kecil samping Masjid Raya di alun-alun Gresik. Terinspirasi oleh warung kecil inilah saya menciptakan tagline untuk Kopitiam Oey milik saya: koffie-nja mantep, harganja djoedjoer.

Belum mampir ke Gresik kalau belum mencicipi masakan bandeng-nya. Yang paling populer adalah RM Bandeng Pak Elan I (Jl. Veteran 69, di seberang Kantor Pusat PT Semen Gresik). Rumah makan ini juga punya cabang di tempat lain. Tetapi, untuk saya, saya selalu singga ke warung Mbak Tipa di Kampung Lumpur (dekat Tempat Pelelangan Ikan Gresik). Masakan Mbak Tipa – khususnya bandeng kropok-nya, sungguh membuat saya selalu terkenang-kenang.

Anda juga bisa mampir untuk beli oleh-oleh otak-otak bandeng (bukan seperti otak-otak Jakarta atau Palembang, melainkan seperti sate bandeng Banten, yaitu bandeng utuh yang dikeluarkan tulang dan dagingnya, lalu diisi dengan daging bandeng yang sudah dilembutkan dengan berbagai bumbu, kemudian digoreng). Yang paling tekenal adalah buatan Ibu Muzzanah.

Cicipi juga keistimewaan nasi krawu khas Gresik yang banyak dijual oleh ibu-ibu dari Madura. Favorit saya adalah Nasi Krawu Mbuk Su (Jl. HOS Cokroaminoto I/32, 031 3972203). Ini adalah nasi putih dengan lauk krengsengan daging sapi (masakan khas Madura), dengan tiga macam srundeng, dan sambel trasi yang puedesnya nuendaaaang! Bila tidak sempat mencicipi di Gresik, di Surabaya pun banyak yang menjual nasi krawu ini. Misalnya, Nasi Krawu Bu Rida, Jl. Aditiawarman 102 (081 23015183), persis di depan Sutos (Surabaya Town Square).

Tentang Surabaya, dengan tawaran kuliner yang seperti "tidak ada matinya", sebaiknya Anda membeli beberapa buku panduan wisata kuliner yang sudah banyak diterbitkan. Setidaknya, daftar singkat berikut dapat dimanfaatkan sebagai panduan. Selamat mudik. Titi DJ – hati-hati di jalan.

Copas artikel: detikFood
Oleh:Bondan Winarno

Lumayan, Bisa Pulang Kampung

Harusnya uneg-uneg ini sudah kutulis sejak pulang dari Lamongan

Sejak 4 November 2011 sampai tanggal 12 November 2011, saya mendapatkan kesempatan pulang kampung lagi. Ya!! Saya sudah kangen banget, bisa menginjakkan kaki di tanah Lamongan lagi dan bermain bersama anak-anakku disana. Setidaknya menunjukkan pada mereka, "Inilah kampung halaman Ayah, disinilah Ayah dibesarkan oleh Mbah Kung dan Mbah Uti, dan tumbuh menjadi seorang anak."

Tentunya selain kangen dengan makanan khas Lamongan yang bercirikan Jawa Timuran, asin dan pedas. Seperti Soto, Kikil, Rawon, Rawon Kikil, Sego boranan, Tahu campur, Rujak petis + cecek dan cingur. Juga kangen dengan kota kecil yang menurutku makin asing untukku. Tapi itulah Lamongan kota yang selalu sehati dan sejiwa dengan warganya yang mungkin sebagian besar banyak remaja/ pemuda.

Ya, terlepas dari pesona Lamongan yang unik, menarik, dan misterius. Ya... aku sedikit memikirkan tentang masalah keluarga, lebih tepatnya masalah pribadi. Kalau dipikirkan, nyatanya aku telah lama hidup jauh dari orang tua, lebih dari 6 tahun. Entah, mau bertahan di perantauan atau balik lagi ke Lamongan memulai dari hal yang baru lagi...

Tapi walau serunyam pikiran saya, setidaknya saya punya rencana dan yakin bahwa saya pun bisa hidup mandiri di kota tercinta. Tinggal kesiapan kami untuk memulai....