Patung Bandeng & Lele, di depan Perumda Deket |
Kalau bicara Lamongan tempo dulu, akrab dengan pameo seperti ini: "nik ketigo gak iso cewok, nik rendeng gak iso ndodok." artinya "Kalau musim kemarau tidak bisa cebok, kalau musim penghujan tidak bisa jongkok." Hal ini dikarenakan keadaan jaman dulu serba salah, air di musim kemarau sangat susah didapat, banyak telaga, waduk, dan sumur yang kering sehingga untuk kebutuhan cebok pun tidak tersisa lagi. Begitu pula dilema di waktu hujan, air melimpah ruah hingga banjir dimana-mana hingga segala aktivitas terganggu, bahkan jongkok pun susah.
Tapi saya yakin itu hanya cerita masa lalu... (semoga tidak terjadi lagi). Pengalaman saya dulu, banjir besar terakhir yang melanda Lamongan di tahun 1994. Hampir seluruh kota terendam air, mulai dari selatan hingga utara Lamongan. Saya masih ingat harus berbecek-becek ria di SMA 2 Lamongan -entah saat itu ujian kah kok niat sekolah? dimana ruang kelas pun tergenang air. Kalau diingat memang seru... %^$%#$#
Tapi dari segalanya, Lamongan adalah surga makanan. Dan dikenal memiliki makanan khas, yang cukup populer dan dapat dijumpai di berbagai daerah di Jawa Timur, misalnya Sego Boranan (Nasi Boranan), Soto Lamongan, Tahu Tek, dan Tahu Campur Lamongan. Untuk jajanan, Wingko Babat adalah panganan khas dari Babat (salah satu kecamatan yang terletak di Lamongan Barat). Selain itu ada makanan khas dari daerah Paciran (Lamongan Utara) yang disebut dengan Jumbreg, Ental (buah siwalan muda), dam Legen.
Walaupun sektor pertanian dan perikanan, masih menjadi prioritas dimana Lamongan menjadi daerah produsen beras terbesar kedua di Jawa Timur. Namun sektor lain tak kalah geliatnya, terutama Sektor industri pengolahan, khususnya sub sektor industri tekstil, kulit, kayu, kertas, dan barang cetakan, Selain itu Pariwisata dan perhotelan juga menjadi primadona, dengan di-make up-nya sedemikian rupa Tanjung kodok dan Goa Maharani menjadi Wisata Bahari Lamongan (WBL) dan Maharani Zoo & Goa (Mazogo). Diharapkan dari sektor ini mampu menarik jumlah wisatawan terutama domestik. Dan menjadi salah satu icon pariwisata di Jawa Timur. Artinya, wisata di Jatim dadi gak afdhol nik gak marani WBL
Jadi saya rasa, salah kalau anda meninggalkan Lamongan hanya demi sesuap nasi. Bukankah akan menjadi lebih nyaman menjadi Raja di negeri sendiri, daripada hanya sekedar survive di negeri rantau. Tentu saja ini cambuk bagi saya untuk lebih memotivasi diri.
Terakhir, tentu butuh kerja keras untuk meningkatkan Lamongan menjadi kota yang lebih nyaman, bermartabat, dan santun. Mapan secara ekonomi, Mantap dalam pendidikan, dan Santun dalam pergaulan. Semoga!!! Dan sekali lagi Happy Anniversary Lamongan, Selamat Hari jadi Lamongan (HJL) yang ke-443!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar