Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

31 Januari 2010

SBY Memang Bukan Superman

Refleksi peringatan 100 hari pemerintahan SBY jilid dua

Peringatan 100 hari pasca pemerintahan SBY - Boediono tanggal 28 Januari 2010, ditandai dengan berbagai macam unjuk rasa dan demonstrasi hampir di kota-kota besar Indonesia. Puluhan ribu orang turut serta berunjukrasa, berbagai tuntutan diusung dari berbagai macam LSM dan perhimpunanan Mahasiswa, dan Buruh. Hal itu seolah menandakan bahwa ada berbagai macam kepentingan di dalamnya, yang mana hanya disatukan dengan garis singgung adalah adanya ketidakpuasan pada pemerintahan SBY-Boediono.

Dari sini masih bisa dipilah-pilah bahwa sebenarnya kadar kekecewaan pada masyarakat yang melakukan unjuk rasa itu sebenarnya berbeda. Ada yang menginginkan revolusi, bahwa rezim Pemerintahan sekarang harus diganti, Presiden dan Wapres harus turun beserta reshuffle total kabinet. Ada pula yang menginginkan penegakan hukum di Indonesia harus ditegakkan seadil-adilnya, kalau memang Wapres Boediono dan Sri Mulyani selaku Menkeu bersalah dalam mengeluarkan kebijakan kasus century, ya harus diadili. Ada pula yang menuntut perbaikan nasib buruh, menghapus sistem outsourcing, ada pula yang hanya ingin mengkritisi dan menyampaikan uneg-uneg saja.


Intinya tidak ada satu suara yang bulat dalam demo memperingati 100 hari ini. Artinya, memang sebagian merasa kerja Presiden ini terlalu lambat menyikapi kasus century, sebagian lain melihat Presiden gagal dalam menegakkan eksistensi hukum yang seadil-adilnya.

Namun saya sedikit lain melihat persoalan diatas. Saya sayangkan, mengapa SBY terkesan membela oknum-oknum pemerintahannya dalam kasus Century. Sebenarnya ada yang salah dalam mekanisme itu, tapi terkesan Presiden seolah sedang menunggu mencari kambing hitam atas kejadian Century. Begitu pula dengan bidang ekonomi, seharusnya Presiden lebih proaktif lagi memonitor kerja anak buahnya di daerah, jangan sampai gerbong-gerbong pada akar rumput ternyata mandeg.

Tapi bagaimanapun menuntut perubahan nasib drastis pada Presiden untuk bisa mewujudkan semua hal dalam jangka waktu 5 tahun ditambah 100 hari pemerintahannya adalah suatu hal yang mustahil. SBY itu bukan Superman, segalanya butuh rencana yang matang dan terencana. Kalau perlu antar lembaga bikinlah Rencana 50 tahun kedepan Indonesia, mau dibawa seperti apa. Tapi seyogyanya dalam mewujudkan Indonesia yang hebat jangan sampai Pemerintahan membuat blunder yang bisa mencoreng muka sendiri.

13 Januari 2010

Tikus Tikus Ada Dimana-Mana

Tikus-tikus, tak bisa melihat makanan menganggur diatas meja, sedikit saja lengah langsung disikat! Berkali-kali aku mencoba mencari tempat yang aman dari si tikus nakal ini. Mulai ditaruh di atas meja sampai di dalam lemari, mereka masih saja bisa mengendus.

Apalagi bila malam hari tiba ketika kita asyik dilenakan oleh lelapnya tidur. Tikus-tikus itu tak jemu beraksi mencari kesempatan. Rumah yang tertutup rapat pun tak membuat aksi mereka berhenti. Selama masih ada lobang dan kesempatan, tikus-tikus selalu berjalan kesana-kemari, menerobos rumah-rumah yang tertidur. Roti, nasi, ikan ataupun segala yang bisa dimakannya dicari. Tikus-tikus pun masuk kamar, entah apa yang dicari? Apa hendak meniduri istriku? Tikus-tikus ada dimana-mana, mengacak-ngacak segala perabotan dan buku-bukuku.

Tikus-tikus ada dimana-mana, aku terbangun mencari pentungan namun mereka pandai berkelit dan menghindar. Apa mereka belajar ilmu silat juga? Malah perabotan rumah yang rusak terkena amukanku. Tikus-tikus memanglah lihai, cepat larinya kalau mencari perlindungan.

Kali ini lobang-lobang kecil di rumah telah kututupi dengan kawat yang rapat. Saya berdoa agar kali ini tikus-tikus gagal dalam misinya kali ini. Tapi malam hari suara eratan gigi-gigi mereka mengusik tidurku. Tapi kubiarkan, lama kelamaan senyap, tak lama kemudian kudengar grusa-grusu di area dapur lalu merembet ke ruang tamu.

Hiaaat!!!! Aku kembali beraksi dengan pentunganku, namun kembali hanya lantai kosong yang kudapat. Tikus-tikus ini sungguh berani, sayang sekali kenapa mereka berlaku seperti ini. Padahal sampah sisa makanan telah kutaruh di luar, tapi dasar rakus mereka tak pernah puas pada yang di dapat. Sebuah lubang kecil di bawah pintu seukuran tubuhnya, telah menjadi jalan masuknya sekarang. Tentu saja ini membuatku gemas sekaligus murka.

Apakah rumah yang harus dibentengi atau tikusnya yang harus diberantas? Idealnya sih, tikus-tikus nakal ini harusnya dibasmi, dicincang, dan dimusnahkan dari peredaran dunia. Termasuk anak, cucu, dan cicit-cicitnya, kalau genocide yang seperti ini, saya kira halal hukumnya. Harusnya tikus-tikus ini kubunuh disarangnya, bukan ketika sudah masuk rumahku. Tikus-tikus aku ingin kalian mampus!!!
Tikus-tikus negara tak ada tempat untukmu di hatiku. Cuma satu kata, ”Habisi!”


Mengisi kekosongan kerjaan di perusahaan yang terguncang.
Batam, 13 Januari 2010.

12 Januari 2010

Saya Benci Negara Indonesia

Saya benci dengan negara ini, benci dengan Pemerintahan Negara ini, benci dengan aparatur negara yang korup, yang sok peduli dengan rakyat padahal hanya sebuah tameng dari penindasan.

Tapi sebenci-bencinya pada mereka, saya lebih benci pada masyarakat Indonesia kenapa tidak ada yang berpikiran seperti saya? Kenapa tak ada yang mau berkata dan bertindak benar? Masyarakat ini sungguh pengecut sama seperti Pemerintahannya!

Saya ingin hukum di Indonesia ini ditegakkan seadil-adilnya baik itu bagi pencuri kecil, penjahat kambuhan, maupun koruptor, dan pembunuh. Akal dan rasional pikiran seolah tak berfungsi ketika berada di pengadilan. Hanya uang dan kekuasaan yang berbicara disana, bukan kebenaran dan kesalahan.

Saya kecewa, saya ingin teriak, tapi ternyata aku harus tertawa dan menangis. Idealnya sih negara benar-benar bersih dari kerusakan moral. Sebenarnya saya sendiri yang ingin menggantung para koruptor negara ini dan orang-orang yang membelanya. Bila itu termasuk Presiden, saya tak ragu-ragu untuk menjadi eksekutor.