“Silakan tangkap kami wahai Polri…wahai BIN… wahai TNI silakan! Silakan siksa dan bunuh kami! Namun jangan harap kalian mendapatkan apa yang kalian inginkan. Sungguh kami tidak akan menyerah untuk terus berjihad di jalan Allah!”
Saya sangat mengecam kepada Polri dan Negara ini atas penangkapan terhadap salah satu pendiri media Ar-Rahmah, Muhammad Jibril. Siapa bilang di negara ini bebas menyuarakan isi hati? Siapa bilang Negara ini tenteram dan damai? Semuanya hanya kamuflase belaka, hanya fatamorgana di padang pasir dimana sang musafir yang merindukan air.
Negara ini telah berubah menjadi angkara, dimana hanya yang kuat yang mampu bertahan, yang lemah silakan mengikuti kalau tidak mau tergilas. Negara ini juga telah membuat peradaban Islam menjadi puing-puing, dimana alim ulama banyak yang lebih tersihir oleh harta dan kedudukan daripada syiar-syiar agama yang jelas dan tegas. Saya berharap ustadz-ustadz yang selalu tampil di media lebih berani dalam bersikap dan menegakkan dalil-dalil agama, bukan sekedar mencari popularitas saja. Negara ini telah membuat yang salah di mata Allah telah menjadi kebenaran di mata rakyat dengan mengatasnamakan Demokrasi. Negara ini telah berbuat dzalim dengan merusak akidah umat Islam. Haqul yaqin bahwa sebenarnya tanpa Pancasila, kerukunan beragama bisa terpelihara di Negara kita. Namun ternyata atas dasar kemasyarakatan ternyata lambat laun kita sebagai umat Islam kembali terjajah oleh kebudayaan-kebudayaan (perilaku masyarakat) yang jauh dari nilai-nilai Islami. Entah kenapa kok malah banyak diantara umat Islam yang mengamininya, bagi mereka ajaran Islam hanyalah Rukun Islam saja, Astaghfirullah! Sungguh teramat bodoh orang-orang yang memahami Islam hanya seperti ini saja dan tentu patut kita pertanyakan?
Kami adalah orang-orang yang amat teraniaya hati dan jiwa kami ketika melihat ajaran Nabi besar kami Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam ‘diselewengkan’. Bagaimana kami tidak mengatakan diselewengkan lha wong Islam di negeri ini telah keluar dari tataran moral. Kebanyakan Islam di Indonesia telah bermetamorfosis ke Islam yang liberal dan meninggalkan syariah-syariahnya dan berlindung dibalik kata modernitas. Umat Islam lebih banyak mengadopsi kebudayaan barat yang jauh-jauh dari nilai Islami.
Saya merasa wajar keadaan seperti ini dikarenakan peran aktif alim ulama ini sangat kecil, dan tidakpunya bargaining power di mata masyarakat. Apalagi Pemerintah ‘jarang’ mendengar himbauan Majelis Ulama Indonesia. Seperti halnya Romadhon 1430 H kali ini, ulama telah mengeluarkan himbauan kepada pemerintah untuk menutup tempat hiburan, menghimbau kepada media televisi agar menghilangkan acara-acara yang bisa merusak kemurnian ibadah puasa kita. Romadhon adalah bulan yang suci, bulan yang penuh berkah dan hidayah dari Allah. Namun apa daya, banyak sekali pihak-pihak yang ternyata dari umat Islam sendiri maupun non Islam yang tak menghormatinya. Sungguh saya merasa resah dan sedih sebagai umat Muhammad Shollahu Alaihi Wassalam. Lantas untuk embel-embel apa agama itu? Kan lebih baik jelas, kalo ya ya iya, kalo nggak ya katakan tidak. Jangan ya yang nggak-nggak!
Saya merasa pemerintahan ini telah gagal mengemban misi untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia. Lihat saja masih banyak, sekitar 35 juta jiwa masih hidup di bawah kemiskinan. Apa yang patut dibanggakan? Pembangunan, industri dan lain-lain, hah.. itu semua hanya kamuflase saja. Kamuflase akan ketidakbecusan Pemerintah menjadi pengayom masyarakat. Selama kita tak bisa menjadi bangsa yang mandiri, madani, dan berakhlaq, tentunya kita tetap tak bisa meraih impian itu. Dan saya menganggap system pemerintahan yang ‘demokratis’, liberal, dan sekuler ini telah gagal meningkatkan derajat rakyatnya.
Saya sangat mengecam kepada Polri dan Negara ini atas penangkapan terhadap salah satu pendiri media Ar-Rahmah, Muhammad Jibril. Siapa bilang di negara ini bebas menyuarakan isi hati? Siapa bilang Negara ini tenteram dan damai? Semuanya hanya kamuflase belaka, hanya fatamorgana di padang pasir dimana sang musafir yang merindukan air.
Negara ini telah berubah menjadi angkara, dimana hanya yang kuat yang mampu bertahan, yang lemah silakan mengikuti kalau tidak mau tergilas. Negara ini juga telah membuat peradaban Islam menjadi puing-puing, dimana alim ulama banyak yang lebih tersihir oleh harta dan kedudukan daripada syiar-syiar agama yang jelas dan tegas. Saya berharap ustadz-ustadz yang selalu tampil di media lebih berani dalam bersikap dan menegakkan dalil-dalil agama, bukan sekedar mencari popularitas saja. Negara ini telah membuat yang salah di mata Allah telah menjadi kebenaran di mata rakyat dengan mengatasnamakan Demokrasi. Negara ini telah berbuat dzalim dengan merusak akidah umat Islam. Haqul yaqin bahwa sebenarnya tanpa Pancasila, kerukunan beragama bisa terpelihara di Negara kita. Namun ternyata atas dasar kemasyarakatan ternyata lambat laun kita sebagai umat Islam kembali terjajah oleh kebudayaan-kebudayaan (perilaku masyarakat) yang jauh dari nilai-nilai Islami. Entah kenapa kok malah banyak diantara umat Islam yang mengamininya, bagi mereka ajaran Islam hanyalah Rukun Islam saja, Astaghfirullah! Sungguh teramat bodoh orang-orang yang memahami Islam hanya seperti ini saja dan tentu patut kita pertanyakan?
Kami adalah orang-orang yang amat teraniaya hati dan jiwa kami ketika melihat ajaran Nabi besar kami Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam ‘diselewengkan’. Bagaimana kami tidak mengatakan diselewengkan lha wong Islam di negeri ini telah keluar dari tataran moral. Kebanyakan Islam di Indonesia telah bermetamorfosis ke Islam yang liberal dan meninggalkan syariah-syariahnya dan berlindung dibalik kata modernitas. Umat Islam lebih banyak mengadopsi kebudayaan barat yang jauh-jauh dari nilai Islami.
Saya merasa wajar keadaan seperti ini dikarenakan peran aktif alim ulama ini sangat kecil, dan tidakpunya bargaining power di mata masyarakat. Apalagi Pemerintah ‘jarang’ mendengar himbauan Majelis Ulama Indonesia. Seperti halnya Romadhon 1430 H kali ini, ulama telah mengeluarkan himbauan kepada pemerintah untuk menutup tempat hiburan, menghimbau kepada media televisi agar menghilangkan acara-acara yang bisa merusak kemurnian ibadah puasa kita. Romadhon adalah bulan yang suci, bulan yang penuh berkah dan hidayah dari Allah. Namun apa daya, banyak sekali pihak-pihak yang ternyata dari umat Islam sendiri maupun non Islam yang tak menghormatinya. Sungguh saya merasa resah dan sedih sebagai umat Muhammad Shollahu Alaihi Wassalam. Lantas untuk embel-embel apa agama itu? Kan lebih baik jelas, kalo ya ya iya, kalo nggak ya katakan tidak. Jangan ya yang nggak-nggak!
Saya merasa pemerintahan ini telah gagal mengemban misi untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia. Lihat saja masih banyak, sekitar 35 juta jiwa masih hidup di bawah kemiskinan. Apa yang patut dibanggakan? Pembangunan, industri dan lain-lain, hah.. itu semua hanya kamuflase saja. Kamuflase akan ketidakbecusan Pemerintah menjadi pengayom masyarakat. Selama kita tak bisa menjadi bangsa yang mandiri, madani, dan berakhlaq, tentunya kita tetap tak bisa meraih impian itu. Dan saya menganggap system pemerintahan yang ‘demokratis’, liberal, dan sekuler ini telah gagal meningkatkan derajat rakyatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar