Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

21 Maret 2012

LA Mania vs Bonek, Masih Mungkinkah Akur?


Saya sedih dan sangat menyayangkan terjadinya tragedi kematian beberapa bonekmania saat mau menuju ke Bojonegoro via Lamongan dengan menaiki kereta api, beberapa hari yang lalu saat hendak menyaksikan PERSIBO vs PERSEBAYA. Dan terkait atau tidaknya oknum LA Mania dalam tragedi ini masih dalam penyelidikan. Namun Sudah lazim diketahui, bahwa Bonek dan LA Mania selalu terlibat pertikaian.

Ini perspektif dari saya, bukan mewakili dari dua sisi yang bertikai. Saya sendiri juga penikmat bola dan kebetulan putra Lamongan. Ngene-ngene iki lak, uneg-unege wong sing ngerasa lik bal-balan iku sakjane perlu diadohno teko antem-anteman Bola itu kan sport, olahraga jadi ya jangan dijadikan ajang kekerasan. Dadi yo aku nuwun sewu, lik pandanganku opo uneg-unegku nggawe lara ati para pengurus suporter sepak bola.

Tapi sekali lagi, saya sebagai insan pecinta sepak bola saya menikmati pertandingan bola. Memang dalam suatu pertandingan rasanya tak lengkap jika tanpa peran suporter apalagi jika pertandingan bola. Coba bayangkan... stadion yang begitu megahnya tak terdengar bahana suara mars lagu lagu penyemangat tim. Juga tak terdengar decak kagum, appalause, ataupun sorak sorai. Sepi... dan pasti gak bisa 'menjual'. Namun saya juga, sangat tidak setuju akan fanatisme yang berlebihan, hingga menyebabkan primordial yang membutakan antara kebaikan dan keburukan.

Di negara Indonesia ini, sepakbola adalah olahraga yang sangat populer. Jika menyebut, "Bola", maka konotasi yang lumrah adalah SEPAK BOLA. Tak mungkin basket, tak mungkin volley, tak mungkin hockey, ataupun sepak takraw. Ini adalah olahraga yang kita kenal dan geluti. Walaupun aktualnya di level Asia Tenggara pun kita selalu jadi pecundang. Rasanya tidak keterlaluan saya nyebut negara Indonesia ini masih pecundang (looser) yang banyak tingkah. Kalau ada Winner pasti ada Looser, dan harus diakui selama ini posisi kita ya seperti itu.

Tapi dukungan untuk tim tim liga di Indonesia juga sangat dahsyat. Apalagi kalau menyangkut masalah daerah atau kota. Siapa yang nggak memuji setinggi langit kalau timnya mampu berprestasi dan pasti membela mati-matian kalau ada yang mengejek. Sudah tak terhitung insiden tawuran antar suporter di Indonesia. Khususnya yang melibatkan antar tetangga kota. Bahkan akhirnya timbul rasa kesetiakawanan yang melibatkan tim ini berkawan dengan tim mana. Contoh gamblangnya seperti ini: sudah lazim diketahui pendukung Persebaya (Bonek Mania) tidak akur dengan pendukung Arema (Aremania). Sedangkan Persela dengan LA Mania-nya 'lebih akrab' dengan Aremania. Otomatis LA Mania musuhan dengan Bonek. Sedangkan Boromania (pendukungnya Persibo Bojonegoro), selama ini punya hubungan harmonis dengan Persebaya.

Secara historis, sebenarnya antara Surabaya, Malang, dan Lamongan mempunyai kedekatan, setidaknya dalam seni. Dimana Logo Bonekmania dan LA Mania tersebut dibuat oleh orang yang sama. Yaitu warga Lamongan yang bernama Ridwan, yang berasal dari Keset, dekat patung Kadet Soewoko. Desain gambarnya dinobatkan sebagai pemenang dalam lomba pembuatan logo suporter Persebaya (waktu itu belum bernama Bonekmania, masih suporter Green Force), yang digelar Jawa Pos sekitar tahun 1986. Begitu pula dengan LA Mania, dia membuat gambar logo tersebut memakai inspirasi wajah patung Kadet Soewoko. Patung yang gagah berdiri di kota Lamongan, dan menghadap ke timur seolah seperti 'Rambo' yang siap menghadapi musuh-musuhnya. Tapi, tahukah anda siapakah Kadet Soewoko itu?

Kadet Soewoko itu adalah pejuang kemerdekaan, yang gugur pada peristiwa heroik dalam menghadang agresi militer Belanda di daerah utara Lamongan, sekitar Paciran. Sedangkan dia sendiri ternyata bukan asli warga Lamongan. Dia adalah warga Malang, yang memimpin perjuangan melawan agresi Belanda di Lamongan.

Bagi saya pribadi, saya merasa dekat dengan dua klub di Jawa Timur, yaitu Persela dan Persebaya. 'Secara' saya lahir di Surabaya, nang RS Karang Menjangan, RSUD Dr. Soetomo. Saya menghabiskan masa kecil hingga SMA di Lamongan. Dan menghabiskan masa kuliah dan indekos hampir selama 7 tahun di Surabaya. Saya mulai mendukung Persela saat tertatih-tatih di Divisi II, pokoke kalau Persela main, pasti nonton. Hingga akhirnya mulai 2005 meninggalkan Lamongan dan nggak pernah nonton live lagi di Surajaya. Memang KTP-ku Batam, tapi lak medokku pancet Jawa Timuran, masio gak asli rek, mergone sik sering kepleset dialek Lamonganan.

Kembali ke topik,
kalau sepengetahuan saya dulunya LA Mania sangat respek pada Bonekmania. Bahkan mereka menganggap saudara tua. Karena zaman perserikatan, Lamongan 'kan sepekbolanya mati suri, tidak usah kaget kalau orang-orang Lamongan saat itu, adalah pendukung Persebaya. Hayoo Jujur! Saat itu di Jawa Timur, Persebaya adalah klub sepakbola yang paling kinclong sinarnya dan punya nama besar. Yang saya dengar, saat kebangkitan Persela yang diikuti dengan kebangkitan suporternya. Dimana mereka mulai bangga pada klub yang berasal dari kota sendiri, dan seolah ingin menjadikan trade mark baru. Namun kemunculan dan proses perkenalan LA Mania ini dianggap 'sebelah mata' oleh sang saudara tua, Bajul ijo dan Bonekmania-nya, alias tak mendapat respek! Lain halnya dengan Aremania, yang menyambut positif kehadiran LA Mania dengan Laskar Joko Tingkirnya. Apalagi memang banyak faktor kedekatan, antara pengurus awal LA Mania dengan daerah Malang.

Sejak beberapa peristiwa, antara lain pertandingan Divisi Utama saat di Surajaya, dimana Persela bertekuk lutut 4-0 dengan Persebaya. Dimana saat itu terjadi kerusuhan, LA Mania ngamuk dan Bonekmania pun jadi korban, 1 orang tewas, keplindes truk. Saya waktu menyaksikan secara live dari tribun VIP, bagaimana terjadinya kerusuhan itu. Ditambah lagi, momen piala Gubernur tahun 2003 yang juga berakhir bentrokan antar LA Mania dan Bonekmania.

Kalau menyoroti Bonekmania, saya sangat salut pada mereka. Dengan semangat militansinya, mereka seperti ada di semua tempat, di saat timnya bertanding. Dengan mars lagunya yang gampang diingat, "Dimana kau berada, di situ ku berada, karena kami Bonekmania."

Dan... itulah, asal masih bisa dijangkau dengan transportasi, pasti tempat Persebaya bertanding didatangi tak terkecuali di neraka, hehehehe!

Tapi yang bikin miris dari para suporter bola adalah jiwa-jiwa muda yang penuh gairah, meletup-letup dan militan. Perlu kendali dari orang orang yang berkompeten untuk menjadi lebih santun. Dan… itu tak hanya pada bonekmania, tapi hampir seluruh suporter yang militansinya tinggi itu terdiri dari kaum marginal. Antara lain adalah mereka yang sebagian besar terdiri dari adik-adik kita yang masih pengangguran, para pemuda putus sekolah, dan kalaupun bekerja, rata-rata berada pada sektor informal. Dan mereka ini sangat mudah untuk dimobilisir, namun sangat susah untuk diakomodir menjadi sosok-sosok yang lebih menghargai (menikmati) pertandingan dibanding show of power pada orang lain.

Lalu siapa yang patut disalahkan dengan perilaku supporter Bola kita? Ya jelas para pengurus suporter itu sendiri. Sampai dimana niat mereka mewujudkan sepakbola profesional ditunjang oleh suporter yang benar-benar menjunjung nilai-nilai sportivitas. Saya sangat setuju kalau mereka (suporter) diwajibkan memiliki member club atau kartu anggota, dimana tiap tiap wilayah (korwil) memiliki kompetensi atau kewenangan dan tanggungjawab agar membina suporter menjadi lokomotif yang tidak merusak klub tersebut. Kasarnya kalau ada anggotanya yang nggak bisa dibina ya diberi sanksi. Misalnya nggak bisa ikut nonton pertandingan selama satu musim dan member card-nya dicabut (dibekukan). Terus dibina secara intensif dan mendapatkan percobaan hukuman, tentu saja keterlibatan pusat juga dibutuhkan untuk membina mereka yang masih 'liar'. Hal ini juga harus diikuti ke arah eksternal, yaitu pada pembinaan persahabatan antara suporter masing-masing kesebelasan. Janganlah permusuhan antar suporter menjadi berlarut-larut dan turun-menurun. Yo ojo sampek,...sampek tuwek, sampek matek musuhan karo Bonek

Saya kok berandai-andai agar di setiap pertandingan di kota manapun, suporter dari pihak lawan tetap diberi kesempatan untuk menonton, tentunya diberi kuota tertentu. Bukan diharamkan untuk menonton seperti keadaan sekarang ini. LA Mania tidak mungkin datang ke Surabaya, begitu sebaliknya. Juga Bonekmania tidak mungkin datang ke Malang, dan sebaliknya. Kalau niat datang, ya setor nyawa!!!

Ya... mungkin harapan akur diantara para suporter yang bertikai cuma angan-angan saya saja, lha wong para petinggi PSSI juga masih kisruh. Apa lebih baik Sepak Bola ditiadakan dari bumi Republik Indonesia ini ya.....? Tiba-tiba semua orang Indonesia amnesia nggak tahu apa itu sepak bola, hehehehe. Hmm haaaah (ambegan dowo).

2 komentar:

  1. This is very interesting, You're a very skilled blogger. I have joined your rss feed and look forward to seeking more of your wonderful post. Also, I've shared
    your web site in my social networks!
    Also see my web page :: pembicara internet marketing

    BalasHapus
  2. Terima kasih sudah sharing kak..

    Semoga semua yang terbaik ..

    Sukses selalu

    BalasHapus