Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

23 Maret 2010

Melihat Dikotomi Nasib "Para Pemburu" di Trans TV

Hmm…. Di bulan Maret ini, saya baru mendapatkan acara yang baik lagi. Tiap minggu, kini selalu menjadi acara favorit saya dalam meluangkan waktu menonton TV. Acara itu bernama ”Para Pemburu”, yang ditayangkan setiap Minggu jam 15.30 WIB. Tayangan ini seolah membuka cakrawala kita dengan melihat dari dua sisi. Ya tayangan ini banyak bercerita tentang dua sisi kehidupan masyarakat yang berbeda nasib.

Ada 3 episode yang saya sudah lihat (sejauh ini saya tak tahu sudah berapa kali tayang –katanya memang acara baru di bulan Maret). Kisah pertama yang saya lihat, menceritakan tentang kisah ”Para pemburu Emas” di Sulawesi (saya agak lupa Sulsel atau Sulteng). Disana, diceritakan tentang beratnya perjuangan kaum bawah yang memburu hanya sejumput emas demi bertahan hidup dan menyambung nasib keluarganya. Mereka memburu emas hingga masuk ke dalam gua–gua yang mereka buat sendiri hingga berpuluh-puluh meter. Kemudian dipilah-pilah, itupun semua bahan galian tak berupa emas, hanya sejumput. Itupun tak setiap hari mereka beruntung, jika sudah begitu keluarga mereka harus puasa atau makan seadanya. Ditambah lagi resiko keruntuhan tambang yang bisa merenggut nyawa, yang mana harganya tak sepadan dengan penghasilannya. Padahal harga emas yang dibeli oleh para penadah yang ’jemput bola’ ke tempat-tempat pertambangan tradisional pun hanya dengan nilai terendah, sekitar 200 ribuan per gram. Coba bandingkan dengan harga emas 24 karat di toko-toko perhiasan anda! Sungguh sangat timpang, Kemudian sang narator memaparkan tentang dikotomi kehidupan golongan kaya yang membeli emas hanya untuk investasi atau gaya-gayaan/prestise. Apakah patut kita masih membanggakan emas sebagai investasi ketika melihat jatuh bangun kehidupan mereka?

Kisah kedua, yang saya lihat tentang para pencari batu alam di Gunung Batu, daerah Jawa Barat –lupa Cirebon atau Bogor. Disaat kita sibuk menghias tembok dan taman di rumah kita dengan batu alam yang indah. Disaat lain para pemburu batu alam harus naik turun gunung, jungkir balik bahkan harus menghindari runtuhan gunung yang longsor demi perjuangannya mengumpulkan batu alam. Hanya dihargai rendah perkilonya, rasanya tak setara dengan nilai ketika sampai di tangan kita. Itupun belum ditambah dengan resiko cacat tertimpa bongkahan batu alam. Tayangan ini langsung membatalkan niat saya untuk menghias rumah saya dengan batu alam.

Kisah ketiga, tayang minggu lalu (21/3/10) tentang pemburu berlian (intan). Hampir sama dengan nasib para pemburu emas, miris melihat nasib mereka yang mencari berlian demi sesuap nasi. Padahal selama ini berlian selalu disimbolkan sebagai cinta yang abadi. Lantas masih pantaskah kita bicara cinta jika melihat saudara kita yang tak beruntung itu, mencarinya namun tak bisa memiliki.

Dari beberapa episode yang sudah tayang, presepsi saya tentang Trans TV hanya berisikan acara sampah reality show dan sinetron agak terpatahkan. Paling tidak, dua acara ”Para Pemburu” dan ”John Pantau” telah memberikan pencerahan kepada kita yang hidup di alam teknologi informasi dan globalisasi ini agar tetap peduli pada lingkungan di sekitar kita.

5 komentar:

  1. betul bgt ....
    pelajaran hidup yang nyata....

    BalasHapus
  2. "Kisah ketiga, tayang minggu lalu (21/3/10) tentang pemburu berlian (intan)"

    Akan kami tayangkan kembali minggu ini tgl. 1 agustus 2010.
    Terima kasih...kesetiaan menonton program kami.

    BalasHapus
  3. Justru stasiun tv yang aku sukai itu trans tv. Acaranya unik2 dan bgus, ya kayak para pemburu, dll.
    Tp ada jg yg aq g suka, yaitu termehek2, realigi, sama insert investigasi.
    Mayoritas seh suka,byk yg kreatif acaranya.

    BalasHapus
  4. seyokyanyalah kita gak usah bangga bisa ngumpulin harta emas, rumah mewah yang dihiasi batu alam nan indah, sementara kita tahu bagaimana nasib orang-orang yang berjuang dalam medapatkan kemewahan yang kita miliki itu...

    BalasHapus
  5. ada g' y acara trans tv yang nayangin tentang tugas pemadam kebakaran?

    BalasHapus