Hari ini rencananya beberapa elemen mulai dari mahasiswa, buruh, beberapa LSM, dan parpol serentak untuk berdemo menolak rencana Pemerintah untuk menaikkan BBM. Saya berharap aksi ini merupakan klimaks hingga mampu membukakan mata hati Pemerintah. Saya berharap banyak untuk merasakan lagi bahwa sesungguhnya negara Indonesia ini masih ada. Negara yang dibangun oleh perasaan senasib, cucuran air mata dan darah. Janganlah dikotori oleh janji-janji semu Pemerintah untuk menyejahterahkan rakyatnya.
Selama ini Pemerintah beralasan dan berlindung dibalik alasan 'subsidi' BBM. Bahwa 'subsidi' BBM yang diberikan kas negara pada rakyat terlampau 'besar' bahkan selama ini defisit. Memang besar selisihnya, jika dibandingkan dengan harga minyak dunia, yang sekitar delapan ribu sekian per-liternya. Tapi kacau kalau sampai ngaku-ngaku gara-gara BBM dengan harga sekian kita masih defisit. Padahal bilang saja, kenaikan BBM ini karena Pemerintah ingin untung lebih, menyesuaikan dengan harga pasaran. Dan yang jelas agar APBN yang katanya 'defisit' -karena digunakan untuk pos belanja yang lain, bisa surplus kedepannya. Ya... surplus sih... surplus tapi teganya kalian membuat rakyat seperti kami mampus!
Seperti kita ketahui, maksudnya saya dan anda, pemerintah nggak. Saya ulangi, seperti saya dan anda ketahui bahwa BBM ini adalah kebutuhan vital rakyat Indonesia. Tak ada senyawa kebutuhan yang tak lepas dari unsur BBM ini. Artinya kenaikan BBM ini akan membuat efek domino dalam kehidupan masyarakat, seperti reaksi fusi yang akan menghancurleburkan tatanan kehidupan rakyat. Itung-itungan para preman Senayan mungkin cuma sebatas angka BBM ini naik maka APBN-nya surplus sekian milyar, sehingga bisa digunakan untuk lainnya. Lalu dikasihlah BLT atau yang direncanakan dinamai BLSM biar rakyat nggak terlalu ramai, dan sirkus lalu pindah ke antrian rakyat mencairkan BLT. "Lumayan 150 ribu,"
Tapi kita jangan mau dibodohi dengan pikiran cekak macam otak preman preman Senayan itu. 150 ribu, apakah sepdan dengan efek yang terjadi. Selain harus menambah pengeluaran untuk harga BBM, dipastikan harga kebutuhan pokok jelas naik, mulai dari beras, sayur, lauk pauk dan sebagainya, tambahkan kenaikannya per item berapa hari anda konsumsi dan bandingkan dengan nilai kedaan sekarang dan ketika BBM sudah naik. Lebih sengsara mana? Hanya dengan program simulasi sudah jelas bahwa, bantuan yang katanya buat tepat sasaran nggak ada efeknya bagi kaum marginal seperti kami.
Saya tahu, bahwa BBM di Indonesia ini penggunaannya sangat sangat tinggi bahkan harus impor dari negara lain untuk menjamin kebutuhan dalam negeri. Tapi itu sepenuhnya bukan salah kami, kalianlah Pemerintah yang membuat kondisi jadi seperti ini. Andai kalian tak membiarkan industri otomotif menjadi liar dan menjadi ketergantungan. Andai Pemerintah bisa menyediakan transportasi masal yang nyaman, efektif, dan efisien. Andai Pemerintah bisa membuat kebijakan pembatasan kendaraan di jalan. Tentunya rencana ini tak kan mendapat penolakan keras lagi.
Artinya sarana dan rencana ini seharusnya sudah ada dari dulu dan sudah diterapkan. Sekarang tinggal eksekusi kebijakan penghematan BBM dengan menaikkan harga BBM, nah itu baru benar. Namun yang terjadi kita sudah terlanjur tergantung pada BBM dan semua faktor pastinya. Jadi Pak Presiden, Pak Ketua DPR kami tetap menolak kenaikan BBM saat ini. Keputusan kenaikan BBM ini sungguh bukan keputusan yang cerdas dan bukan rencana yang matang. Ada banyak faktor yang harus anda perbaiki sebelum memutuskan kenaikan BBM.
Selama ini Pemerintah beralasan dan berlindung dibalik alasan 'subsidi' BBM. Bahwa 'subsidi' BBM yang diberikan kas negara pada rakyat terlampau 'besar' bahkan selama ini defisit. Memang besar selisihnya, jika dibandingkan dengan harga minyak dunia, yang sekitar delapan ribu sekian per-liternya. Tapi kacau kalau sampai ngaku-ngaku gara-gara BBM dengan harga sekian kita masih defisit. Padahal bilang saja, kenaikan BBM ini karena Pemerintah ingin untung lebih, menyesuaikan dengan harga pasaran. Dan yang jelas agar APBN yang katanya 'defisit' -karena digunakan untuk pos belanja yang lain, bisa surplus kedepannya. Ya... surplus sih... surplus tapi teganya kalian membuat rakyat seperti kami mampus!
Seperti kita ketahui, maksudnya saya dan anda, pemerintah nggak. Saya ulangi, seperti saya dan anda ketahui bahwa BBM ini adalah kebutuhan vital rakyat Indonesia. Tak ada senyawa kebutuhan yang tak lepas dari unsur BBM ini. Artinya kenaikan BBM ini akan membuat efek domino dalam kehidupan masyarakat, seperti reaksi fusi yang akan menghancurleburkan tatanan kehidupan rakyat. Itung-itungan para preman Senayan mungkin cuma sebatas angka BBM ini naik maka APBN-nya surplus sekian milyar, sehingga bisa digunakan untuk lainnya. Lalu dikasihlah BLT atau yang direncanakan dinamai BLSM biar rakyat nggak terlalu ramai, dan sirkus lalu pindah ke antrian rakyat mencairkan BLT. "Lumayan 150 ribu,"
Tapi kita jangan mau dibodohi dengan pikiran cekak macam otak preman preman Senayan itu. 150 ribu, apakah sepdan dengan efek yang terjadi. Selain harus menambah pengeluaran untuk harga BBM, dipastikan harga kebutuhan pokok jelas naik, mulai dari beras, sayur, lauk pauk dan sebagainya, tambahkan kenaikannya per item berapa hari anda konsumsi dan bandingkan dengan nilai kedaan sekarang dan ketika BBM sudah naik. Lebih sengsara mana? Hanya dengan program simulasi sudah jelas bahwa, bantuan yang katanya buat tepat sasaran nggak ada efeknya bagi kaum marginal seperti kami.
Saya tahu, bahwa BBM di Indonesia ini penggunaannya sangat sangat tinggi bahkan harus impor dari negara lain untuk menjamin kebutuhan dalam negeri. Tapi itu sepenuhnya bukan salah kami, kalianlah Pemerintah yang membuat kondisi jadi seperti ini. Andai kalian tak membiarkan industri otomotif menjadi liar dan menjadi ketergantungan. Andai Pemerintah bisa menyediakan transportasi masal yang nyaman, efektif, dan efisien. Andai Pemerintah bisa membuat kebijakan pembatasan kendaraan di jalan. Tentunya rencana ini tak kan mendapat penolakan keras lagi.
Artinya sarana dan rencana ini seharusnya sudah ada dari dulu dan sudah diterapkan. Sekarang tinggal eksekusi kebijakan penghematan BBM dengan menaikkan harga BBM, nah itu baru benar. Namun yang terjadi kita sudah terlanjur tergantung pada BBM dan semua faktor pastinya. Jadi Pak Presiden, Pak Ketua DPR kami tetap menolak kenaikan BBM saat ini. Keputusan kenaikan BBM ini sungguh bukan keputusan yang cerdas dan bukan rencana yang matang. Ada banyak faktor yang harus anda perbaiki sebelum memutuskan kenaikan BBM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar