Semalam, ada telepon dari keluarga di Lamongan, rupanya ibu yang telepon. Hmm... ternyata kabar duka yang beliau sampaikan bahwa Prof.Ir. Hadi Sutrisno suami dari mbak Rini meninggal.
Innalillahi wa Inna ilaihi Roji'un...
Ya, sebagai civitas akademika ITS apalagi Teknik Elektro siapa yang nggak kenal nama beliau. Beliau adalah salah satu Guru besar di lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Pernah menjadi Purek di era 1990-an yang lekat dengan program mobil WW1 dan WW2. Kemudian berkembangnya ludruk di Elektro yang dikenal sebagai Ludruk Tjap Toegoe Pahlawan.
Penyebab kematiannya menurut ibuku, yang sempat menjenguknya di Grha Amerta RS Dr. Soetomo adalah katanya karena sejenis bakteri yang menyerang paru-parunya hingga akhirnya menyerang otaknya. Sewaktu ibu berkunjung ke sana katanya sempat ketemu Pak Priyo, dan beberapa dosen civitas akademika ITS. Saat itu keadaannya sempat berangsur baik namun rupanya takdir ada di tangan sang kuasa, selasa sore Sang profesor itupun menghembuskan nafas terakhir. Menurut ibu, beliau akan dimakamkan di Ngawi di tanah kelahirannya (kemungkinan tadi).
Nasib orang susah diterka padahal sebenarnya saya punya rencana mengunjunginya kelak kalau punya waktu luang. Beliaulah kebanggaan di keluarga besar kami. Bagaimanapun juga beliaulah yang mengilhami saya untuk terjun ke Elektro, walaupun akhirnya saya nggak bisa mengikuti jejaknya di konsentrasi bidang studi Sistem Tenaga (Power) karena nyatanya disitulah titik kelemahanku (Medan Elektromagnet dan Konversi Tenaga Listrik), hingga akhirnya aku lebih memilih Sistem Pengaturan. Sebenarnya secara garis darah dan keturunan saya nggak ada hubungan langsung dengan beliau. Beliau menjadi kerabat saya karena isterinya (mbak Rini) masih ada hubungan dengan garis keturunan ibuku. Memang seharusnya sih saya manggilnya mas, tapi kok timpang banget ya lebih baik Pak atau Om saja.
Ya, selama menuntut ilmu di Teknik Elektro ITS, saya tak pernah sekalipun berjumpa dengannya, kecuali saat Wisuda D3 dan Wisuda S1, dan acara keluarga. Saat itu beliau lebih banyak menghabiskan waktunya sebagai Dekan di Universitas Mataram dan sebagai pioneer Jurusan Teknik Elektro di Universitas tersebut. Sebenarnya saya ingin meniru jejak langkahnya sebagai Dosen, peneliti, dan penggagas, serta mungkin terlalu banyak yang tidak bisa saya sebutkan.
Akhir kata, selamat jalan Profesor... semoga engkau mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT. Dan semoga sang istri, Mbak Rini, selalu diberi ketegaran dan ketabahan hati. Padahal, sebulan yang lalu ibundanya (Budhe Musa) baru saja meninggal. Kini, sang suami yang menghadap illahi. Semoga Allah selalu melimpahkan kesabaran dan ketabahan pada keluarga yang ditinggalkan.
Innalillahi wa Inna ilaihi Roji'un...
Ya, sebagai civitas akademika ITS apalagi Teknik Elektro siapa yang nggak kenal nama beliau. Beliau adalah salah satu Guru besar di lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Pernah menjadi Purek di era 1990-an yang lekat dengan program mobil WW1 dan WW2. Kemudian berkembangnya ludruk di Elektro yang dikenal sebagai Ludruk Tjap Toegoe Pahlawan.
Penyebab kematiannya menurut ibuku, yang sempat menjenguknya di Grha Amerta RS Dr. Soetomo adalah katanya karena sejenis bakteri yang menyerang paru-parunya hingga akhirnya menyerang otaknya. Sewaktu ibu berkunjung ke sana katanya sempat ketemu Pak Priyo, dan beberapa dosen civitas akademika ITS. Saat itu keadaannya sempat berangsur baik namun rupanya takdir ada di tangan sang kuasa, selasa sore Sang profesor itupun menghembuskan nafas terakhir. Menurut ibu, beliau akan dimakamkan di Ngawi di tanah kelahirannya (kemungkinan tadi).
Nasib orang susah diterka padahal sebenarnya saya punya rencana mengunjunginya kelak kalau punya waktu luang. Beliaulah kebanggaan di keluarga besar kami. Bagaimanapun juga beliaulah yang mengilhami saya untuk terjun ke Elektro, walaupun akhirnya saya nggak bisa mengikuti jejaknya di konsentrasi bidang studi Sistem Tenaga (Power) karena nyatanya disitulah titik kelemahanku (Medan Elektromagnet dan Konversi Tenaga Listrik), hingga akhirnya aku lebih memilih Sistem Pengaturan. Sebenarnya secara garis darah dan keturunan saya nggak ada hubungan langsung dengan beliau. Beliau menjadi kerabat saya karena isterinya (mbak Rini) masih ada hubungan dengan garis keturunan ibuku. Memang seharusnya sih saya manggilnya mas, tapi kok timpang banget ya lebih baik Pak atau Om saja.
Ya, selama menuntut ilmu di Teknik Elektro ITS, saya tak pernah sekalipun berjumpa dengannya, kecuali saat Wisuda D3 dan Wisuda S1, dan acara keluarga. Saat itu beliau lebih banyak menghabiskan waktunya sebagai Dekan di Universitas Mataram dan sebagai pioneer Jurusan Teknik Elektro di Universitas tersebut. Sebenarnya saya ingin meniru jejak langkahnya sebagai Dosen, peneliti, dan penggagas, serta mungkin terlalu banyak yang tidak bisa saya sebutkan.
Akhir kata, selamat jalan Profesor... semoga engkau mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT. Dan semoga sang istri, Mbak Rini, selalu diberi ketegaran dan ketabahan hati. Padahal, sebulan yang lalu ibundanya (Budhe Musa) baru saja meninggal. Kini, sang suami yang menghadap illahi. Semoga Allah selalu melimpahkan kesabaran dan ketabahan pada keluarga yang ditinggalkan.