Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

03 September 2009

Puasa Bukan Saat Bermalas-Malasan

Romadhon memang sudah menjelang pertengahan bulan. Rupanya ada beberapa fenomena yang menarik yang patut saya soroti. Tapi kali ini saya mau menyoroti efek yang terjadi selama puasa ini di kehidupan lingkungan sekitar saya bekerja.

Puasa itu menyenangkan, puasa itu menjaga kesucian iman kita, itu benar. Tapi orang berpuasa itu ya jelas haus, lapar, dan kalau sudah dua hal itu timbul ya pastinya lemas, dan ngantuk.

Tapi puasa di tempat kerja saya sebenarnya kurang mendapat 'tantangan', selain karena kerjanya tidak berat, juga tempatnya ber-AC, terlindung dari panas. Tapi ini tidak berlaku untuk bagian packing dan store sama ceritanya dengan orang yang bekerja di lapangan, bisa berpuasa adalah hal yang mengagumkan.

Fenomena yang menarik ditempat kerja saya adalah rindunya kita pada waktu Dhuhur selain tentunya saat Maghrib menjelang. Kenapa coba? Karena disaat itulah semua insan (terutama cowok) berebut lebih dahulu menuju ke mushola untuk menjadi 'ta'mir' mushola. Maksudnya sih saling berlomba rebutan tempat di belakang shof untuk dijadikan tempat tidur.

Ya, sembari menunggu adzan Dhuhur tiba, meluruskan badan untuk sekedar melepaskan penatnya kerjaan kayaknya adalah hal yang wajib dilakukan. Tapi pada umumnya kegiatan bobok siang di mushola ini berlangsung setelah selesai sholat, artinya kan kewajiban sudah dipenuhi. Sebenarnya sih nggak ada masalah, nggak ada yang salah karena pada dasarnya perusahaan memberi waktu kita 40 menit untuk beristirahat dan sholat Dhuhur.

Mushola kami ini tidak terlalu luas untuk menampung karyawan yang berjumlah sekitar 90 persen muslim dari 3000 orang karyawan itu. Dengan luas sekitar kurang lebih 150 meter persegi, dimana kaum pria hanya mendapat jatah sepertiga dari luas total. Yang jelas pembagian ini didasari karena lebih dari 70 persen karyawan kami adalah wanita. Dengan kondisi yang sangat terbatas saja antre, apalagi bulan puasa, tentunya dikarenakan ingin berbuat 'ibadah'. Masalah timbul ya ketidaknyamanan saya melihat kondisi seperti ini. Tubuh-tubuh memanjang berjajar bergeletakan mengisi shof keempat (paling belakang) dan sebagian shof ketiga, bahkan kedua, persis seperti jajaran ikan pindang. Dengan kondisi seperti ini praktis suasana mushola menjadi kurang nyaman. Apalagi bagi orang seperti saya yang kadang break-nya telat. Sholat berjama'ah itu seperti mencari celah saja diantara orang-orang yang bergelimpangan.

Benar, puasa itu lapar, haus, capek, tapi yo mbok ingat waktu, lha wong jam istirahat cuma 40 menit. Malu dong sama operator production, yang umumnya karyawan wanita dimana waktu istirahat sangat terbatas. Istirohat ya istirohat rek, tapi ya jangan sampai lupa waktu apalagi memakan shofnya orang sholat. Malah bisa merusak amal ibadah kita padahal manajemen perusahaan tak kurang sudah menyediakan bangku-bangku untuk sekedar menyandarkan kepala sejenak. Benar sih, tidur adalah ibadah tapi sungguh ada ibadah yang lebih mulya yaitu bekerja mencari nafkah untuk keluarga.

Ada celetukan temen, "Untung Bos Besar kita bukan muslim." Padahal Bos Besar kami
yang ekspatriat itu dikenal sangat tegas dan suka mengkritik pedas. Hah, coba kalau dia Islam, mana ada yang berani mushola dijadikan tempat tidur.

1 komentar:

  1. Alhamdulillah, sekarang udah ada kultum sehabis sholat dhuhur, jadi jajaran tubuh-tubuh tidur yang bikin semak mushola sudah tereleminasi. hehehe....

    BalasHapus