Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

27 September 2011

Batam dan Souvenirnya Yang Bernama Sampah

Memang sengaja saya buat judul dan gambar yang provokatif. Karena inilah topik teraktual Bulan September ini, selain kriminalitas.

Saya tak peduli tentang persoalan berpindahnya kepengelolaan sampah karena bagi orang quality seperti saya, jawaban seperti itu tak berlaku alias not accepted dan no excuse. Yang jelas, ini salah Pemerintah Daerah selaku penyelenggara pemerintahan karena tidak becus bertindak. Artinya Pemerintah lalai dalam menyiapkan tindakan tindakan yang meliputi sarana dan akomodasi, agar efek seperti ini tak terjadi. Dimana akhirnya semuanya terkesan sangat lambat.

Padahal produksi sampah di Batam diperkirakan mencapai 750 ton per hari dengan asumsi jumlah produksi sampah rata-rata 0,75 kg per jiwa dikali jumlah penduduk Batam sebanyak 1 juta jiwa. Itu baru hitungan kasar, bisa saja lebih jika ditambah dari sampah industri ataupun sampah pasar. Coba bayangkan jika sehari saja telat diangkut, apalagi seminggu, atau sebulan sampah-sampah pasti bakal menggunung di rumah rumah atau TPS. Ya, seperti yang terjadi sekarang!!!

Apalagi Batam ini kan daerah yang dengan curah hujan pertahun cukup tinggi walaupun default cuacanya panas. Bisa dibilang sepanas-panasnya Batam pasti hujan juga. Jadi bila hujan turun maka semua sampah pasti terbawa genangan air dan berserakan. Hal inilah kenapa penanganan sampah menjadi hal yang krusial bagi kita. Dan hal ini tentu butuh peran aktif dari kita dan masyarakat tentunya.

Akan sangat ideal jika Batam bisa menjadikan daerahnya sebagai protipe pengelolaan sampah secara modern. Dengan melakukan pemilahan sampah organik dan non organik, dimulai dari lingkup rumah tangga. Tentu saja, pada pengolahan akhir juga mesti didukung dengan pengelolaan yang tuntas. Artinya penanganan sampah ini jangan setengah setengah, kalau perlu jadikanlah sebuah Industri Pengelolaan Sampah. Dimana proses akhirnya, selain mendapatkan hasil pada sampah non organik (plastik, logam, kertas), juga mampu memberikan nilai tambah dengan sampah organik kalau perlu sampai mampu menjadi PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). Saya tak akan jelaskan konsep detailnya disini.

Kalau konsepnya cuma memindahkan timbunan sampah dari TPS atau perumahan, ke TPA saya rasa semua pasti bisa, tinggal menyediakan lahan, sarana transportasi, manpower, dan pengawas. Lain cerita kalau Pemerintah dan masyarakat berpikir untuk menjadi kota mandiri, bersih, dan memegang konsep eco green (lingkungan bersih). Tentu diperlukan gerak berkesinambungan antara Pemerintah dan Warga. Dimana Pemerintah menyiapkan tempat pengolahan sampah, sarana transportasi, dan Manpower. Warga melakukan perintah pemerintah untuk memperlakukan sedemikian rupa sampah dengan melakukan pemilahan (organik/non organik). Kalau perlu dengan memberi sanksi jika belum dilakukan pemilahan sampah tak diangkut.

Kalau mau Batam menjadi kota asri, bersih, dan modern, tentu perlu dilakukan cara yang lebih efesien dalam pengelolaan dan pengolahan sampah agar mampu menjadi magnet lagi bagi dunia pariwisata di tahun-tahun berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar