Tampaknya aku sudah mulai jenuh pada segala yang bersifat kebohongan, hedonisme, dan pencitraan kultur baru. Saturasi ini dimulai ketika aku mulai resah (muak lebih tepatnya) pada kondisi tatanan sosial, politik, ekonomi, dan keagamaan di Indonesia.
Dan ternyata virus-virus ini kulihat menyebar dengan nyaman di publik, dan seperti tak ada anti virus yang beredar di pasaran. Hmm... entah apa aku yang kuper atau gimana, lha wong ternyata virus-virus ini kayaknya baik-baik saja. Virus ini menyebar melalui perantara yang hebat, dimana hampir setiap keluarga pasti memilikinya. Apakah itu? Ya... si mata satu itu bernama televisi.
Rupanya dia kini telah berubah menjadi laknat bagi kaum yang berilmu. Apa pasal? Semua tayangan itu hampir penuh mudhorot. Nyaris tak tersisa kebaikan, ada sih... itupun sangat jarang. Herannya kenapa masyarakat negeri ini -termasuk saya tentunya- sangat menggemari nonton TV?
Dulu saya kira hanya sinetron dan gosip artis yang kuanggap tontonan yang tak berguna makanya saya lantas mengabaikannya dan lebih memilih berita dan talk show. Namun akhir-akhir ini saya mulai muak dengan talk show yang gak jelas juntrungannya dan keberadaan berita-berita yang bicara seolah kepanjangan mulut sang penguasa. Belum lagi tontonan film asing yang banyak adegan buka-bukaan, seks bebas, one night stand, french kiss, hedonisme, dan lain-lain. Hal ini ’seolah’ mengajari orang-orang Indonesia berkepribadian selayaknya seperti itu.
Sekarang sinetron mana yang menurut anda baik? Dengan menampilkan tokoh yang mempunyai dikotomi sifat yang signifikan dimana yang baik kelihatan sangat baik dan pasti hidupnya menderita, sedangkan yang jahat terlihat jahat 100 persen dan pasti kaya. Selalu dihiasi bumbu percintaan yang penuh liku-liku sampai mbulet kayak benang kusut. Hah...! apa yang anda cari dari acara seperti ini, hanya sampah!!! Ada lagi sinetron yang katanya untuk totonan anak-anak, hahaha...... sinetron apa yang mengajari anak-anak kekerasan, seolah secara dini mengajari anak-anak bahwa segala penyelesaian masalah harus dilakukan dengan kekerasan. Kemudian ada lagi sinetron yang saya rasa timpang (gak jelas), yaitu sinetron yang mengatasnamakan agama/religi. Banyak sekali sinetron-sinetron tersebut yang sungguh tidak layak ditonton, katanya mengatasnamakan agama, ealah... kenapa nggak ada hadits atau ayat yang mau disampaikan ke pemirsa? Adegan-adegannya sungguh tidak layak ditiru, mengapa justru perbuatan buruk ya lebih ditonjolkan? Saya sampai bilang dalam hati, ”Niat nggak sih sutradaranya bikin sinetron islami?” Tapi dari sekian sinetron yang bobrok, saya masih apresiasi pada sinetron Para Pencari Tuhan. Ya... walaupun menurut saya masih kurang nilai-nilai yang hendak disampaikan dan masih terlalu banyak adegan lucunya. Tetapi Deddy Mizwar rupanya berhasil menyampaikan misinya kepada publik.
Lalu kita beralih ke gosip selebriti, hah...astaghfirullah sungguh saya tak habis pikir kenapa bangsa kita suka menggunjingkan kehidupan orang lain. Bukankah Allah sungguh melaknat orang-orang yang seperti ini? Saya juga merasa aneh, dengan menyorot kehidupan mereka seolah mempengaruhi hidup kita agar meniru mereka. Padahal banyak diantara ’selebitri’ kita itu tak bermoral, hedon, hidup bebas, dan pecandu narkoba. Halah... jamane wis edan! Ibuku dulu pernah bilang, ”Artis iku kan tandak kota, orang yang jadi tandak ya... orang yang jelas gak bener!” padahal itu beliau katakan 20 tahun lalu.
Zaman sekarang kita mesti pandai memilah-milah tayangan, baik untuk diri kita dan keluarga kita, jangan semuanya kita ikuti. Termasuk acara talk show, sayang masih banyak talk show yang jelas tidak mendidik seperti Bukan Empat Mata nya si Tukul, juga acara yang diasuh Budi Anduk dan Ari Untung serta acara sejenis lainnya yang banyak mengumbar aurat, hedon, tidak bermutu, dan tidak layak tonton. Acara apa itu? Gak mutu blas!!! Untung saja masih ada acara seperti Kick Andy dan bincang-bincang kesehatan yang menyelamatkan dunia talk show, ini nih acara yang sungguh layak ditonton. Meski pada beberapa episode kick Andy sedikit mengecewakan saya. Namun ini adalah acara yang jauh lebih bermutu, sumber inspirasi, sejajar dengan Golden Ways-nya Bapak Mario Teguh.
Saya juga kecewa dengan acara talk show Kabar Pagi di TVONE, apa pasal? Acara yang kerap mendatangkan bintang tamu dan narasumber itu selalu saya tonton namun kenapa harus ada bintang tamu Roy Martein si pecandu narkoba yang baru bebas dari penjara? Apa sih faedahnya kita mendengarkan cerita orang seperti dia? Dari semula itu tindakannya tidak benar! Coba kalau dia bukan artis apa masih ditanggap? Ini kok malah seperti mengagung-agungkan, seperti sebuah pengalaman yang menarik. Padahal kelakuannya dari awal itu kan sudah tidak benar! Bikin senewen saja.
Diantara acara-acara televisi banyak acara-acara non islami yang nyatanya banyak kaum muslim terlibat dan suka. Seperti ajang pencarian jodoh, Take Me Out dan acara serupa lainnya seperti Cinlok dan lain-lain. Katanya orang timur dan berbudaya malu apalagi beragama Islam. Islam tak mengajarkan seperti itu dalam mencari pendamping hidup, ada cara lain yang lebih bermartabat dan berakhlaq.
Sebenarnya masih banyak yang perlu dibenahi, terutama kenapa acara musik begitu banyak, baik terutama siaran langsung, lalu diikuti banyolan-banyolan konyol yang tidak mendidik? Wah...wah sudah jadi Republik Dagelan negeri ini!!! Yang paling parah itu acara-acara yang berbau kemusyrikan, seperti The Master, Master Mentalist, Master Hipnotist, dan acara-acara sejenis lainnya. Mau dibawa kemana negeri ini? Jadi pemuja setan? Naudzubillah... Oya.. satu lagi, akhir-akhir ini saya sering menyaksikan penyiar berita sudah tampil membaca berita sejak jam 4.30 pagi padahal Subuh di Jakarta biasanya dimulai jam 4.35 ke atas. Lha kalau mereka (pembawa berita) beragama muslim, Subuhannya gimana, di qoshor? Yang bener saja Subuh kok di qoshor, atau pas iklan baru sholat? Halah saya kok ragu mereka melakukannya.
Intinya televisi telah menjadi momok yang disukai para pemujanya dan menakutkan bagi yang waspada. Semoga stasiun TV lebih bijak, dan lebih membela kepentingan beragama daripada sekedar menaikkan ratting demi mendapatkan iklan. Ya... semoga ada pencerahan bagi komisi penyiaran Indonesia (KPI) agar lebih tegas membuat peraturan tentang pertelevisian di Indonesia. Bukan cuma sebatas lembaga yang hanya sekedar ada namun tak nyata dan tak berbuat banyak dalam melindungi umat. Dimana hanya materi saja yang dikejar, bukan moralitas dan pendidikan. Kalau sudah seperti masih perlukah KPI di muka bumi Indonesia. Namun KPI hanyalah salah satu instrumen filter, peran terpenting ada ditangan Pemerintah. Andai pemimpinnya amanah, seharusnya dia bisa lebih berperan dalam melindungi kehidupan rakyatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar