Setelah Romadhon berakhir dan berganti dengan bulan Syawal, saat itulah umat Islam sedunia memperingati Idul Fitri. Pada momen hari raya inilah, biasanya silaturahmi kembali terjalin. Sanak saudara dan keluarga yang hidup jauh di perantauan, berduyun-duyun pulang kembali ke tanah kelahirannya atau kampung halamannya. Hal atau fenomena seperti ini, sekarang lebih populer dengan nama “mudik”.
Entah siapa yang mulai menamai pulang ke kampung halaman itu dengan sebutan mudik. Tapi penyebutan istilah ini mungkin lebih dikarenakan dari asal katanya. Yaitu kata “udik”, yang artinya kampung/desa ditambah dengan imbuhan “me”, yang artinya melakukan kegiatan. Kemudian terjadi ‘penyengauan’ menjadi kata “mudik”. Sehingga mempunyai arti: mengadakan kegiatan pulang ke desa/kampung.
Fenomena mudik itu sendiri karena kerinduan untuk kembali ke desa/kampung halamannya. Hal ini dipengaruhi dikarenakan meratanya arus penyebaran penduduk (migrasi) di seluruh Indonesia. Terutama karena transmigasi dan dipicunya pertumbuhan kota yang tidak merata. Dimana memunculkan pusat-pusat kota atau daerah-daerah industri seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, dan kota-kota besar lainnya. Sehingga memunculkan arus urbanisasi menuju pusat-pusat kota ini dan harus meninggalkan daerah asal kampung halaman. Jadi ketika di kampung halaman susah mendapatkan kerja/penghasilan maka tak ada pilihan lain kecuali keluar daerah menuju tempat yang lebih menjanjikan ‘kehidupan’.
Waktu berlalu, hingga tak terasa akhirnya sudah beranak pinak di tempat barunya. Berhari-hari meninggalkan orang tua, saudara dan keluarga, lingkungan asal, dan teman-teman kecil, seolah selalu membuat muncul rasa kangen untuk berjumpa mereka lagi. Namun di era modern ini sangatlah sulit untuk pulang kampung setiap saat, dimana waktu selalu dibandingkan dengan uang, seolah menjadikan kita lupa untuk menyisihkannya dengan bersilaturahmi ke keluarga. Dan momen yang paling tepat untuk pulang dan berkumpul dengan keluarga adalah saat lebaran tiba. Momen Lebaran adalah momen paling pas karena disaat itulah semua keluarga, sanak saudara, sahabat juga pulang dan berkumpul dengan keluarganya masing-masing. Jadi nuansa untuk reuni keluarga, reuni sekolah, atau nostalgia dengan teman-teman muncul kembali.
Kapan lagi Keluarga Besar berkumpul dan saling mengenal? Kadangkala teman akrab atau musuh kita di perantauan, ternyata tanpa kita sadari masih ada hubungan darah dengan kita. Hmm..saya sendiri pernah mengalaminya, saat keluarga besar dari garis keturunan Ayahnya Buyut kami berkumpul. Ternyata teman satu kosku yang paling kubenci itu, ealah… lha kok masih bolo dhewe, masih termasuk saudara!
Namun kegiatan mudik itu selain memakan biaya yang mahal ternyata juga meminta banyak darah dan nyawa. Dari kabar berita di media, sudah ratusan orang yang telah meninggal di jalan, baik itu karena kecelakaan lalu lintas ataupun kelelahan. Hal itu kok mengingatkanku pada fenomena kembalinya ikan salmon ke sungai setelah sehari-harinya hidup di lautan. Untuk menempuh perjalanan itu, terkadang banyak nyawa yang tercabut, baik itu oleh manusia, beruang, ataupun kepiting, dan pemangsa lainnya.
Ya… walaupun dengan segala resikonya, kebanyakan orang-orang memilih mudik daripada berlebaran di tempatnya sekarang. Kenapa coba? Toh sehari-hari biasa sudah tidak pulang kampung, masak lebaran juga tidak pulang! Kebangetan dong! Kayak Bang Toyib saja yang sudah tiga kali lebaran tak pulang-pulang.
Entah siapa yang mulai menamai pulang ke kampung halaman itu dengan sebutan mudik. Tapi penyebutan istilah ini mungkin lebih dikarenakan dari asal katanya. Yaitu kata “udik”, yang artinya kampung/desa ditambah dengan imbuhan “me”, yang artinya melakukan kegiatan. Kemudian terjadi ‘penyengauan’ menjadi kata “mudik”. Sehingga mempunyai arti: mengadakan kegiatan pulang ke desa/kampung.
Fenomena mudik itu sendiri karena kerinduan untuk kembali ke desa/kampung halamannya. Hal ini dipengaruhi dikarenakan meratanya arus penyebaran penduduk (migrasi) di seluruh Indonesia. Terutama karena transmigasi dan dipicunya pertumbuhan kota yang tidak merata. Dimana memunculkan pusat-pusat kota atau daerah-daerah industri seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, dan kota-kota besar lainnya. Sehingga memunculkan arus urbanisasi menuju pusat-pusat kota ini dan harus meninggalkan daerah asal kampung halaman. Jadi ketika di kampung halaman susah mendapatkan kerja/penghasilan maka tak ada pilihan lain kecuali keluar daerah menuju tempat yang lebih menjanjikan ‘kehidupan’.
Waktu berlalu, hingga tak terasa akhirnya sudah beranak pinak di tempat barunya. Berhari-hari meninggalkan orang tua, saudara dan keluarga, lingkungan asal, dan teman-teman kecil, seolah selalu membuat muncul rasa kangen untuk berjumpa mereka lagi. Namun di era modern ini sangatlah sulit untuk pulang kampung setiap saat, dimana waktu selalu dibandingkan dengan uang, seolah menjadikan kita lupa untuk menyisihkannya dengan bersilaturahmi ke keluarga. Dan momen yang paling tepat untuk pulang dan berkumpul dengan keluarga adalah saat lebaran tiba. Momen Lebaran adalah momen paling pas karena disaat itulah semua keluarga, sanak saudara, sahabat juga pulang dan berkumpul dengan keluarganya masing-masing. Jadi nuansa untuk reuni keluarga, reuni sekolah, atau nostalgia dengan teman-teman muncul kembali.
Kapan lagi Keluarga Besar berkumpul dan saling mengenal? Kadangkala teman akrab atau musuh kita di perantauan, ternyata tanpa kita sadari masih ada hubungan darah dengan kita. Hmm..saya sendiri pernah mengalaminya, saat keluarga besar dari garis keturunan Ayahnya Buyut kami berkumpul. Ternyata teman satu kosku yang paling kubenci itu, ealah… lha kok masih bolo dhewe, masih termasuk saudara!
Namun kegiatan mudik itu selain memakan biaya yang mahal ternyata juga meminta banyak darah dan nyawa. Dari kabar berita di media, sudah ratusan orang yang telah meninggal di jalan, baik itu karena kecelakaan lalu lintas ataupun kelelahan. Hal itu kok mengingatkanku pada fenomena kembalinya ikan salmon ke sungai setelah sehari-harinya hidup di lautan. Untuk menempuh perjalanan itu, terkadang banyak nyawa yang tercabut, baik itu oleh manusia, beruang, ataupun kepiting, dan pemangsa lainnya.
Ya… walaupun dengan segala resikonya, kebanyakan orang-orang memilih mudik daripada berlebaran di tempatnya sekarang. Kenapa coba? Toh sehari-hari biasa sudah tidak pulang kampung, masak lebaran juga tidak pulang! Kebangetan dong! Kayak Bang Toyib saja yang sudah tiga kali lebaran tak pulang-pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar