Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

02 Desember 2009

Beda Jadi Gelandangan di Juanda dan Changi

Pernah lihat film The Terminal? Kayaknya aku serasa lagi syuting film tersebut. Gara-gara delay penerbangan, aku harus terlantar 3,5 jam di Juanda itu belum termasuk ditambahkan satu jam lagi kedatangan awal. Hmm... maka total 4.5 jam aku harus menunggu disana, mulai jam 2 siang sampai jam setengah tujuh malam. Gila, selama itu aku ngapain enaknya di Juanda?

Mula-mula sih aku merasa santai aja dengan kondisi seperti ini. Kupikir karena aku berada di Bandara International, orang awam seperti aku akan mengartikannya seharusnya bandara ini mempunyai taraf dan standard International.

Tapi aku sungguh kecewa, karena praktis setelah melalui pengecekan fiskal dan dokumen imigrasi, seratus persen aku menjadi gelandangan di sana. Mau masuk lobi ruang tunggu nggak bisa karena belum waktunya, jadinya harus nunggu di area yang menghubungkan keberangkatan dan kedatangan International?

Memang ada tempat duduknya, namun sepanjang mata memandang hanya ada satu rombong gerobak penjual oleh-oleh panganan dan minuman.

HP low bat lagi ngapain lagi membunuh waktu yang 3 jam itu? Bisa jamuran nih. Memang sih ini kesalahan maskapai yang membuatku harus menunggu walaupun ujung-ujungnya juga ngasih kompensasi makanan tapi kayaknya itu belum cukup.

Aku pernah sekali bawa laptop ke Juanda nyalain wifi, terlihat beberapa sinyal, kirain bisa internetan, hmm...payah satu sinyal pun nggak ada yang bisa. Alhamdulillah, setelah 3 jam nunggu ddi luar akhirnya bisa masuk ke lobi, saat nge-charge HP, nonton TV, dan makan. Eit, toilet dimana? Ya... ada diluar? Harus keluar lagi dan antri lagi melewati ruang pemeriksaan, yang benar saja! Lantas aku jadi panik sendiri mau ngapain ya di Singapore sambil nunggu pagi, karena last ferry ke Batam sudah telat jika aku tiba jam 10 waktu Singapore?

Akhirnya tepat jam 7 aku meninggalkan kepenatan di Bandara International Juanda yang menurutku nggak international banget standarnya.

Yup, bener dugaanku aku nyampai jam 10 malam waktu singapore (lebih cepat satu jam dari WIB atau setara WITA). Hmm...aku sempat panik setelah turun dari pesawat, selain tampangku lebih mirip TKI daripada turis. Setelah berjalan beberapa saat, ya... aku serasa terpesona bo! gak nyangka banget ada bandara sekeren Changi ini. Yang kulihat pertama, eskalator (tangga berjalan) ini menggunakan sistem standby, artinya kalau sensor didepan mendeteksi ada orang yang mau menggunakan, otomatis dia jalan kalau nggak, ya normalnya diam saja.

Kemudian pandanganku tertuju pada sekelompok bule yang pada klesetan di lantai koridor. Kok nyaman aja kayaknya, jelas apa lantai ini terlapisi karpet atau gimana ya? Yang jelas besih dan nyaman, beberapa petugas berseliweran naik otopet listrik (segway). Lalu pandangan mataku tertuju pada sekelompok orang yang berdiri menggunakan komputer, eh... ternyata free internet, sayangnya komputer sudah penuh harus nunggu. Kulihat beberapa bilik meja dan dilengkapi kursi sudah dilengkapi networking port dan stop kontak masing-masing. Andai bawa laptop setidaknya aku bisa duduk, nyalain wifi, dan ngenet sepuasnya, kayak cerita temanku yang barusan kesini seminggu yang lalu.

Tapi disini, menunggu itu tidak menjemukan. Ada beberapa kursi yang bentuknya mirip kursi malas yang lazim ditemui di pantai. Tapi ini lebih berfungsi untuk beristirahat. Akhirnya aku bisa rebahan juga, menyelonjorkan kaki dan melepas sepatu, hmm... ini baru nyantai. Ya... berhubung waktu sudah tidak memungkinkan akhirnya kuputusin untuk bermalam di Changi saja, nggak tahu apakah ntar aku diusir atau nggak? Setelah lowong pengguna free internet, aku lalu mencobanya akses disini cepat wuzz...wuzz dan yang pakai nggak bakal kecewa, namun pihak bandara rupnya mendesain agar tiap 15 menit komputer ini log off sendiri. Rupanya agar kita tidak memonopoli fasilitas publik ini dan bergiliran dengan orang lain yang membutuhkannya. Hmm.. ntar kalau nggak ada orang aku mau internetann sampai pagi. Kalau merasa haus tinggal cari kran air minum disebelah, pencet tombolnya, buka mulut, maka rasa haus pun terobati. Toilet pun nggak jauh dari tempatku berdiri tadi, sudah dilengkapi pula bagi penyandang cacat.

Puas internetan, setengah dua pagi akhirnya aku tertidur di kursi rebah tersebut sampai pagi bersama beberapa bule di sebelahku. Aku bahkan tidak merasa jadi gelandangan, malah serasa menikmati tidur di hotel mewah, karena bising suara pesawat ternyata nyaris tak terdengar di tempatku tidur. Hmm.... nyaman dan tenang.

Andai juanda seperti ini? Sebagai bandara international seharusnya memanjakan pengunjungnya dan membuat senang perasaan calon penumpang. Hendaknya ya diberikan fasilitas yang memadai. Mungkin aku sih maklum, tapi turis mancanegara? Hendaknya kita memberikan kesan dan pelayanan yangg bagus. Hmm... katanya Visit Indonesia Year? Ya... mana ada turis mau datang lagi dua kali kalau fasilitas penyambutannya saja berantakan. Please deh.....

3 komentar:

  1. I think this is among the most vital information for me.
    And i'm glad reading your article. But want to remark on some general things, The web site style is great, the articles is really great : D. Good job, cheers

    Also visit my homepage ... ares gratis

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus