Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

15 Maret 2010

Segala Keputusan Pasti Ada Konsekuensi

Disini saya berusaha menjelaskan kenapa akhirnya nama saya masuk dalam list tersebut. Tak hanya rekan kerja, section head, ataupun Manager, bahkan istri pun tak urung termenung dan menitikkan air mata dengan keputusan saya ini. Karena selama ini saya tampak enjoy dalam bekerja di perusahaan walaupun ditempatkan dimana saja. Itulah saya, walau orang lain berkata saya mengerjakan pekerjaan yang 'nggak ada arti' toh saya tetap berkomitmen menjalankannya. Hingga kemudian saya berkesempatan untuk lebih bersentuhan dengan proses produksi dan mulai banyak menikmati kesibukan. Apalagi saya berada di blok orang-orang yang menentang keputusan 'gila' Manajemen perusahaan di section ini agar disamaratakan nasibnya dengan kondisi di Mukakuning (PHK). Hah?

Ya, terus terang saya sangat malu ketika para pimpinan Manajemen ini mempunyai niat ke arah situ, lha wong beberapa bisnis unit masih eksis, project ke depan juga masih ada kok ya minta closing business unit juga, yang artinya PHK bersama. Seperti nggak punya semangat untuk menjalankan mandat dari Top Management saja, itu adalah hal yang pertama penyebab saya menolaknya. Yang kedua, karena dalam bisnis unit yang masih eksis itu tak semua orang ingin kehilangan pekerjaan apalagi jika ternyata di perusahaan ini para karyawan tersebut baru menanjak atau mempunyai karir bagus padahal mereka cuma tamatan STM/ SMA saja. Tidak semua orang siap memulai kembali pada keadaan yang susah (back to zero again). Dan yang ketiga, ini adalah cara yang haram karena pada intinya Top Management Jepang tak mempunyai itikad untuk menutup bisnis unit yang disini. Mungkin karena mereka terlanjur investasi dan ada perjanjian sales dengan konsumen. Jadi saya bersyukur, ketika akhirnya manajemen lokal disni kembali bersikap tenang dan meminta maaf pada jajaran Top Management serta tak mau mengungkit-ungkit masalah yang terjadi pada 'tetangga sebelah'.

Kembali pada masalah kenapa akhirnya saya bisa masuk list tersebut?
Walaupun saya seorang yang loyal pada perusahaan ini namun saya tak munafik untuk menampik suatu peluang dan tantangan baru. Apalagi wacana ini tiba-tiba datang secara implisit dari pihak perusahaan ketika dalam sebuah perundingan improvement perusahaan yang dilakukan serikat pekerja dan Top Management sudah mentok (deadlock). Ini 'kan artinya dari pihak perusahaan ternyata telah membuka pintu keluar sendiri tanpa saya dobrak. Sebenarnya timbul pertanyaan kok tiba-tiba pihak perusahaan memunculkan wacana rasionalisasi karyawan. Hal ini sebenarnya sudah dapat diprediksi juga karena business plan yang dikondisikan merugi dalam tiga tahun kedepan. Dan solusi rasionalisasi karyawan adalah salah satunya, agar Financial Pressure bisa teratasi dan tidak bengkak. Dimana business plan 2010 antara product, manpower, sales, dan keuntungan rupanya tidak balance. Jadi melalu mekanisme yang tak kuduga rupanya Perusahaan telah berniat membuka pintunya. Walau tak ada woro-woro secara langsung namun wacana dari Japanese second man perusahaan ini patut dipercaya. Melalui joke-joke dari ketua tim perundingan melontarkan pertanyaan pada rekan-rekan, "Seandainya kamu ditawari sekian ....N... mau nggak?" Mulanya sih cuma saya anggap sebagai joke saja, tapi aku jelas curiga Pak JK (sebut saja seperti ini) melontarkan hal ini pasti ada dasarnya.

Orang yang tanggap mestinya ya merespon dan mengejarnya untuk berdiskusi empat mata. Setelah saya bicara dengan Pak JK untuk mengorek keterangan lebih jauh ternyata ada informasi yang benar tentang hal ini. Dalam hati awalnya kembali ragu, tapi saya bertekad bahwa inilah saat yang tepat bagiku untuk meninggalkan perusahaan ini. Tentu saja pertama karena ada tawaran yang menarik karena saya akan mendapatkan lebih dari sekedar hanya resign saja seperti teman-teman seangkatan yang telah terlebih dulu meninggalkanku balik ke Jawa.
Perusahaan telah membuka jalan dan It's time to take a Challenge! Kapan lagi saya punya keberanian seperti ini apalagi istri sebentar lagi mau melahirkan dan saya belum memiliki pekerjaan loncatan dalam waktu dekat (misal kasus, ketrima CPNS). Tapi mau sampai kapan saya bertahan dengan kondisi seperti ini? kapan bisa punya mobil mewah kalau jadi mburuh terus disini? Ini tantangan, harus diambil kalau kita nggak puas hanya nerima seperti ini saja

One Step Behind
Siapa sih yang agak nggak gamang kalau meninggalkan zona kenyamanan? Semua orang pasti awalnya merasa sedikit mikir untuk meninggalkan suatu kestabilan. Tapi perusahaan ini juga bukan 'tambang emas' lagi bagiku. Saya melihat perusahaan ini sudah tak memiliki core business unit lagi, artinya rohnya sudah hilang, kini perusahaan pusat (Jepang) cuma sebagai broker saja. Lalu, kalau sudah seperti ini, ya... jangan pernah berharap lebih seperti masa lalu. Apalagi karirku pun agak tertinggal dibandingkan teman-teman walau masih lumayan bagus.

Memang keluar dari perusahaan adalah satu langkah mundur (one step behind) tapi ini adalah suatu ancang-ancang (kuda-kuda) kalau ingin meloncat jauh kedepan. Saya tak pernah menganggap berlebihan pada suatu perusahaan, tak menganggap kalau nggak kerja disini lalu aku akan makan apa? Pikiran-pikiran seperti itu hanya akan mengkerdilkan jiwa dan semangat hidup kita sendiri bahkan seperti mengingkari kuasa-NYA. Sebenarnya Tuhanlah yang memberi rezeki dan rahmat pada kita, tak bekerja di perusahaan ini bukan berarti kita tak bisa hidup lagi. Always think positive! Orang hidup yang ingin dicapai 'kan kebahagiaan. Ibaratnya kita bisa menuju kebahagiaan melewati beberapa jalur, baik yang berkelok-kelok maupun lempeng. Menujunya juga bisa pakai berbagai moda transportasi mulai jalan kaki, naik sepeda, motor, atau mesin jet.

Kalau kugambarkan, sekarang aku melewati jalur A yang jalannya agak berkelok dan sedang naik motor. Sedangkan aku sudah merasa tak bisa cepat lagi (susah beli mobil) dengan jalur yang sama. Nah, ketika samar-samar kulihat ada jalur G yang ternyata lebih besar, dan disitu aku bisa naik apapun kenapa nggak aku ambil. Toh hidup hanya sekali kalau sadar ketika tua ntar hanya bisa menyesalii saja.

Orang bilang, hidup itu dimulai ketika umur 30, "Life Begins at 30". Ya mumpung baru umur segini, anak sudah mau hampir dua. Sebenarnya akupun tak pernah puas pada kehidupanku kini. Apakah seumur hidup harus jadi jongos Nipon, hidupku hanya kuabdikan di perusahaan ini. Menjalani hidup yang biasa-biasa saja? Lalu tua sakit-sakitan bingung mikir biaya anak lalu mati dengan harapan dan utang yang belum terbayarkan? Hah... nggak lah ya, nggak gue banget! Aku merasa sudah matang untuk mulai menaklukan cita-citaku, melakukan hal yang kuinginkan. Bagiku hidup adalah tantangan, andai saja kelak harus ke Afrika atau Eropa dan meninggalkan sementara istri dan anak tak apalah, toh mereka mulai dewasa dan istri tercinta total merawatnya, dan berkumpul dengan kakek dan neneknya. Bagiku hidup adalah pilihan dan Allahpun sebenarnya telah berfirman, "Allah takkan mengubah nasib suatu kaum kalau bukan mereka sendiri yang berusaha".

Jadi masih pantaskah ada yang menyesali keputusanku ini? Hmm... semoga hari itu secepatnya tiba.

ditulis oleh: Rakhmat Wijaya dengan gejolak perubahan yang berkobar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar