Gara-gara kata ini nih "dikandani ora percoyo", yang mana diucapkan para personel OVJ saat manggung di kota Malang, saya jadi tergelitik pingin nulis komentar sepatah dua patah kalimat.
Sebenarnya secara bahasa gak ada yang salah dengan kata-kata tersebut ataupun ojo nesu. Namun kata atau kalimat seperti itu lebih lumrah atau jamak kalau diucapkan di kota atau daerah yang berada di Jawa Kulonan (Jawa Tengah dan Mataraman). Sedangkan saya lihat saat itu, mereka (OVJ) sedang pentas di kota Malang. Dimana di Jawa Timur, khususnya wilayah arek (Surabaya, Gresik, Malang, Sidoarjo, Mojokerto, sebagian Lamongan) lebih akrab dengan dialek ala Jawa Timuran yang sering nabrak pakem bahasa Jawa asli.
Jadi ketika dengar si Sule ngomong dengan bahasa seperti itu, lantas saya teringat gaya ngomong isteri saya yang notabene juga Sunda saat mencoba berbahasa Jawa kepada saya dengan dialek Jawa Kulonan. Ora memang berarti "tidak", tapi secara dialek orang di daerah arek lebih nyaman memakai kata gak, atau igak. Jadi harusnya ngomong seperti ini, "Dikandani gak percoyo" lebih mantap kalo ditambahi akhiran "rek" atau "ker" kalau berada di daerah Malang.
Kata ojo nesu (artinya: jangan sedih/dongkol), pun jarang terdengar di daerah ini, malah lebih akrab dengan kata ojo mangkel atau ojo gelo. Dan lebih akrab ditelinga dengan kata "kon" atau "awakmu" daripada kata "kowe" untuk menyebut arti: kamu. Tapi saya juga maklum, sama halnya kalau saya mencoba berbahasa Sunda dengan isteri saya tapi dengan logat Jawa, dan dialek Sunda Banten, mungkin akan keliatan kasar dan aneh.
Tapi sekali lagi itu cuma bahasa, dengan paham beberapa kata, tentu akan membuat audiance menjadi simpatik.
Sebenarnya pingin buat kamus bahasa jawa khusus dialek Lamongan. Karena walaupun dialek nyaris mirip dengan Suroboyoan namun ada kata-kata yang selalu janggal ditelinga orang Surabaya. Contohnya kata nyilih (artinya: pinjam), orang Lamongan selalu menggunakan kata nyelang, kalau diterjemahkan seolah memakai selang (pipa). Juga dengan kata kepriye, akrab dipakai di Jawa Tengah dan sekitarnya, yang artinya gimana/bagaimana. Orang Surabaya lebih akrab dengan kata kok opo atau yok opo, sedangkan orang Lamongan lebih terbiasa ngomong kok piye atau kokye. Sebenarnya kalau ada waktu luang, saya ingin menaruh pada kolom khusus untuk membahas secara gamblang logat, dan dialek khas Jawa Timuran, tapi sekali agi belum sempat, mungkin nanti.
Ngisor mejo ono ulane.....
Ojo gelo iku carane
maksud parikan atau pantun ini adalah:
Di bawah meja ada ularnya....
Jangan dongkol, kalau ini caranya
Sebenarnya secara bahasa gak ada yang salah dengan kata-kata tersebut ataupun ojo nesu. Namun kata atau kalimat seperti itu lebih lumrah atau jamak kalau diucapkan di kota atau daerah yang berada di Jawa Kulonan (Jawa Tengah dan Mataraman). Sedangkan saya lihat saat itu, mereka (OVJ) sedang pentas di kota Malang. Dimana di Jawa Timur, khususnya wilayah arek (Surabaya, Gresik, Malang, Sidoarjo, Mojokerto, sebagian Lamongan) lebih akrab dengan dialek ala Jawa Timuran yang sering nabrak pakem bahasa Jawa asli.
Jadi ketika dengar si Sule ngomong dengan bahasa seperti itu, lantas saya teringat gaya ngomong isteri saya yang notabene juga Sunda saat mencoba berbahasa Jawa kepada saya dengan dialek Jawa Kulonan. Ora memang berarti "tidak", tapi secara dialek orang di daerah arek lebih nyaman memakai kata gak, atau igak. Jadi harusnya ngomong seperti ini, "Dikandani gak percoyo" lebih mantap kalo ditambahi akhiran "rek" atau "ker" kalau berada di daerah Malang.
Kata ojo nesu (artinya: jangan sedih/dongkol), pun jarang terdengar di daerah ini, malah lebih akrab dengan kata ojo mangkel atau ojo gelo. Dan lebih akrab ditelinga dengan kata "kon" atau "awakmu" daripada kata "kowe" untuk menyebut arti: kamu. Tapi saya juga maklum, sama halnya kalau saya mencoba berbahasa Sunda dengan isteri saya tapi dengan logat Jawa, dan dialek Sunda Banten, mungkin akan keliatan kasar dan aneh.
Tapi sekali lagi itu cuma bahasa, dengan paham beberapa kata, tentu akan membuat audiance menjadi simpatik.
Sebenarnya pingin buat kamus bahasa jawa khusus dialek Lamongan. Karena walaupun dialek nyaris mirip dengan Suroboyoan namun ada kata-kata yang selalu janggal ditelinga orang Surabaya. Contohnya kata nyilih (artinya: pinjam), orang Lamongan selalu menggunakan kata nyelang, kalau diterjemahkan seolah memakai selang (pipa). Juga dengan kata kepriye, akrab dipakai di Jawa Tengah dan sekitarnya, yang artinya gimana/bagaimana. Orang Surabaya lebih akrab dengan kata kok opo atau yok opo, sedangkan orang Lamongan lebih terbiasa ngomong kok piye atau kokye. Sebenarnya kalau ada waktu luang, saya ingin menaruh pada kolom khusus untuk membahas secara gamblang logat, dan dialek khas Jawa Timuran, tapi sekali agi belum sempat, mungkin nanti.
Ngisor mejo ono ulane.....
Ojo gelo iku carane
maksud parikan atau pantun ini adalah:
Di bawah meja ada ularnya....
Jangan dongkol, kalau ini caranya