Sebenarnya males ngungkit-ngungkit cerita masa lalu, tapi ya sudahlah.... sudah lebih sepuluh tahun berselang mungkin cerita lama ini layak kutulis. Cerita cerita ini kutulis dalam beberapa pengalaman, sengaja tidak kuberi urutan karena berupa loncatan-loncatan ingatan saja. Jadi ya... mohon maaf sekenanya.
Selepas aku divonis gagal untuk masuk SPMB (apa UMPTN ya namanya waktu itu) di tahun 1997. Akhirnya hari itu juga aku berpikir cepat, cari brosur brosur yang dibagikan saat pulang ujian SPMB. Hmm... orang tua pinginnya aku kuliah, tapi sebagai kedua orang tua yang berprofesi Guru yang penghasilannya pas-pasan mereka menginginkanku masuk sekolah yang murah dan bermutu.
Dengan kata lain Universitas kayak gitu, ya Universitas Negeri. Saat itu pilihannya cuma Negeri atau Swasta, gak ada extention. Lihat brosur D3 Unair... ya ujian dah lewat, lihat D3 Unibraw, ya... ujiannya besok Senin padahal sekarang Sabtu. Waktu sudah menunjukan jam 9 pagi. Perjalanan Lamongan ke Malang kira-kira 3.5 ~ 4 jam kalau naik Bus, itupun belum ditambah puter-puter nyari angkot yang menuju ke Unibraw, dan nyari kosan.
Maklum waktu itu blank dan gak tahu mana-mana selain Lamongan saja. Akhirnya seorang temen nyodorin brosur D3 & Politeknik ITS, seminggu lagi pendaftaran ditutup.
"Hmm... masih ada waktu..." pikirku.
Tapi kenapa harus ITS? Kampus yang paling kubenci. Kenapa kubenci? Ya.. karena para alumni SMADA (SMAN 2 Lamongan) yang diterima ITS rata rata sosok yang nggak kusukai, terkesan sombong dan arogan. Apalagi kalau bukan karena slogan "Arek ITS Cuk!"
Akhirnya selepas Sabtu-Minggu bersedih-sedih 'merayakan' kegagalan nembus SPMB, Senin nya aku ditemani Ibu tercinta berangkat ke Surabaya nyari dimana lokasi ITS. Setelah ngalor ngidul ngetan ngulon, naik Bus AKDP turun di Wilangun, sambung Bus Kota turun Jembatan Merah, terus naik lyn O menuju Keputih. Saat itulah baru ngeh kalo ITS di daerah Keputih.
Datang langsung menuju Gedung BAAK-ITS, Dr. Angka. Lihat sana, liat sini akhirnya daftar juga terus seperti bias ngisi formulir. Saat itulah mulai bimbang, mau milih mana: pilihan D3 mengerucut ke: Teknik Sipil Bangunan, Teknik Mesin, atau Teknik Elektro-Computer Control. Dalam hati pinginnya pilihan seperti di atas, tapi akhirnya tanya yang lebih ngerti katanya Grade tertinggi Teknik Elektro, Teknik Mesin, baru Teknik Sipil Bangunan. Akhirnya nulisnya jadi pilihan pertama Computer Control, kedua baru Sipil Bangunan. Padahal sebenarnya lebih nge-fans ke Sipilnya karena saya hobi corat coret alias gambar!
Loncat, singkatnya setelah bersusah payah ujian dan deg-deg ser hari pengumuman tiba.... Langsung kucari namaku di Jurusan Sipil Bangunan, sayangnya kulihat nggak ada. Lalu dengan gontai ngelihat ke papan pengumuman tempat Teknik Elektro Computer Control. Hmm.... rupanya namaku nongkrong ditengah-tengah! Hah aku masuk Elektro??? Entah aku harus tertawa senang atau bagaimana? yang jelas, aku sangat alergi Elektro. Maklum saat SMP, kerjaan kami tentang rangkaian radio FM dibanting Pak Guru dimuka kami, hanya gara-gara salah masang Elco (Electrolytic Capacitor). Dan saat itulah saya bersumpah:
"Banting-bantingen gak popo, aku yo gak kathe melbu Elektro, gak pateken!"
Memang akhirnya saya masuk Jurusan D3 Teknik Elektro Computer Control, bahkan akhirnya melanjutkan lintas jalur ke jenjang S1 Teknik Elektro. Walaupun begitu, saya tetap sedikit alergi dengan rangkaian elektronika sampai sekarang. Kalau dibilang saya salah jurusan, memang! Tapi ini adalah kesalahan yang indah dan saya menikmatinya.
Moral dari kisah ini:
Janganlah kamu sampai terlalu membenci sesuatu karena bisa jadi kau akan termakan omonganmu. Kalau benci cowok ya jangan segitunya, jangan jangan dialah yang kelak jadi pasangan hidupmu.
Selepas aku divonis gagal untuk masuk SPMB (apa UMPTN ya namanya waktu itu) di tahun 1997. Akhirnya hari itu juga aku berpikir cepat, cari brosur brosur yang dibagikan saat pulang ujian SPMB. Hmm... orang tua pinginnya aku kuliah, tapi sebagai kedua orang tua yang berprofesi Guru yang penghasilannya pas-pasan mereka menginginkanku masuk sekolah yang murah dan bermutu.
Dengan kata lain Universitas kayak gitu, ya Universitas Negeri. Saat itu pilihannya cuma Negeri atau Swasta, gak ada extention. Lihat brosur D3 Unair... ya ujian dah lewat, lihat D3 Unibraw, ya... ujiannya besok Senin padahal sekarang Sabtu. Waktu sudah menunjukan jam 9 pagi. Perjalanan Lamongan ke Malang kira-kira 3.5 ~ 4 jam kalau naik Bus, itupun belum ditambah puter-puter nyari angkot yang menuju ke Unibraw, dan nyari kosan.
Maklum waktu itu blank dan gak tahu mana-mana selain Lamongan saja. Akhirnya seorang temen nyodorin brosur D3 & Politeknik ITS, seminggu lagi pendaftaran ditutup.
"Hmm... masih ada waktu..." pikirku.
Tapi kenapa harus ITS? Kampus yang paling kubenci. Kenapa kubenci? Ya.. karena para alumni SMADA (SMAN 2 Lamongan) yang diterima ITS rata rata sosok yang nggak kusukai, terkesan sombong dan arogan. Apalagi kalau bukan karena slogan "Arek ITS Cuk!"
Akhirnya selepas Sabtu-Minggu bersedih-sedih 'merayakan' kegagalan nembus SPMB, Senin nya aku ditemani Ibu tercinta berangkat ke Surabaya nyari dimana lokasi ITS. Setelah ngalor ngidul ngetan ngulon, naik Bus AKDP turun di Wilangun, sambung Bus Kota turun Jembatan Merah, terus naik lyn O menuju Keputih. Saat itulah baru ngeh kalo ITS di daerah Keputih.
Datang langsung menuju Gedung BAAK-ITS, Dr. Angka. Lihat sana, liat sini akhirnya daftar juga terus seperti bias ngisi formulir. Saat itulah mulai bimbang, mau milih mana: pilihan D3 mengerucut ke: Teknik Sipil Bangunan, Teknik Mesin, atau Teknik Elektro-Computer Control. Dalam hati pinginnya pilihan seperti di atas, tapi akhirnya tanya yang lebih ngerti katanya Grade tertinggi Teknik Elektro, Teknik Mesin, baru Teknik Sipil Bangunan. Akhirnya nulisnya jadi pilihan pertama Computer Control, kedua baru Sipil Bangunan. Padahal sebenarnya lebih nge-fans ke Sipilnya karena saya hobi corat coret alias gambar!
Loncat, singkatnya setelah bersusah payah ujian dan deg-deg ser hari pengumuman tiba.... Langsung kucari namaku di Jurusan Sipil Bangunan, sayangnya kulihat nggak ada. Lalu dengan gontai ngelihat ke papan pengumuman tempat Teknik Elektro Computer Control. Hmm.... rupanya namaku nongkrong ditengah-tengah! Hah aku masuk Elektro??? Entah aku harus tertawa senang atau bagaimana? yang jelas, aku sangat alergi Elektro. Maklum saat SMP, kerjaan kami tentang rangkaian radio FM dibanting Pak Guru dimuka kami, hanya gara-gara salah masang Elco (Electrolytic Capacitor). Dan saat itulah saya bersumpah:
"Banting-bantingen gak popo, aku yo gak kathe melbu Elektro, gak pateken!"
Memang akhirnya saya masuk Jurusan D3 Teknik Elektro Computer Control, bahkan akhirnya melanjutkan lintas jalur ke jenjang S1 Teknik Elektro. Walaupun begitu, saya tetap sedikit alergi dengan rangkaian elektronika sampai sekarang. Kalau dibilang saya salah jurusan, memang! Tapi ini adalah kesalahan yang indah dan saya menikmatinya.
Moral dari kisah ini:
Janganlah kamu sampai terlalu membenci sesuatu karena bisa jadi kau akan termakan omonganmu. Kalau benci cowok ya jangan segitunya, jangan jangan dialah yang kelak jadi pasangan hidupmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar