Ini hanya renunganku, berkaca dari lingkungan sekitar dan apa yang kulihat dengan mata maupun matahati. Saya juga bukanah orang yang sudah benar menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta berperilaku dan berakhlak seperti beliau, Rosullullah Muhammad Shollahu 'Alaihi Wassalam.
Miris, itu mungkin yang pantas kuungkapkan melihat perilaku umat Islam saat ini. Entah siapa yang salah, mekanisme yang buat jadi seperti ini, atau adakah semacam konspirasi tertentu, atau memang ada radikalisme diri yang ingin memprotes norma-norma agama itu sendiri. Saya sampai nggak ngeh dengan apa dan untuk apa kita memeluk agama kita sendiri jika tak bisa menghargai dan menjaga perilaku agar selalu mencerminkan agama yang kita peluk.
Ambil contoh di kehidupan sehari-hari, Zakat terpaksa dikeluarkan hanya karena wajib apalagi shodaqoh ke fakir miskin. Tapi bedanya... kalau nraktir client, pacar, Boss, atau customer nyah nyoh wae serasa budget tak terbatas. Bukankah menabung untuk akhirat itu lebih indah? Puasa dilakukan cuma saat Romadhon, itupun terpaksa dan lebih sering bolongnya apalagi puasa Sunnah. Sholat selalu tertunda untuk urusan bisnis dan kerja, atau lebih asyik menggunakan/ meminjam istilah sebagai musyafir demi menunda sholat hingga tak dilakukan. Jangan tanyakan sholat Jama'ah jika sholat sendirian saja nggak dilakukan, apalagi hal-hal yang sunnah. Heh... Itu baru masalah Rukun Islam yang terabaikan gimana dengan lainnya?
Jangan tanya penegakan fiqih, akidah ataupun akhlaq di mata umat sendiri. Bukankah sudah jelas beliau (Nabi Muhammad) diturunkan ke Bumi untuk menyempurnakan akhlaq manusia. "Innama buitsu liutammima makarimal akhlaq." Lalu mengapa harus alergi dengan kata jihad, bahkan men-cap semua pejuang jihad adalah teroris, sama seperti perilaku media massa. Tahu tidak, betapa tipisnya perbedaan antara halal dan haram setipis keimanan umat Islam di era modern. Makanan yang halal dan haram terhidang satu meja, uang yang halal dan haram masuk dalam satu rekening yang sama. Harta buat yang berhak dan harta kita menyatu dalam tempat yang sama. Semuanya hanya dibatasi oleh keimanan dan akhlaq pada masing-masing umat.
Katanya ngakunya agamanya Islam, tapi minum-minuman beralkohol masih dilakukan, judi dilakukan, korupsi itu sudah kebiasaan, bermain atau punya hubungan dengan wanita tanpa ikatan, itu sudah lumrah. Lalu sholat juga kadang kalau mood, apalagi ngaji dan baca quran. AlQur'an hanya jadi pajangan di lemari kaca atau rak buku. Kemusyrikan masih kita lakukan dan ekspos dengan bangganya di negeri ini, demi mengikuti ritual adat yang bertentangan dengan norma-norma agama. Lantas, kalau sudah seperti ini, masih pantaskah kita mengaku kalau bagian dari umat Muhammad Saw? Masih pantaskah kita mendapat surganya? Wallahualam bis showab
Miris, itu mungkin yang pantas kuungkapkan melihat perilaku umat Islam saat ini. Entah siapa yang salah, mekanisme yang buat jadi seperti ini, atau adakah semacam konspirasi tertentu, atau memang ada radikalisme diri yang ingin memprotes norma-norma agama itu sendiri. Saya sampai nggak ngeh dengan apa dan untuk apa kita memeluk agama kita sendiri jika tak bisa menghargai dan menjaga perilaku agar selalu mencerminkan agama yang kita peluk.
Ambil contoh di kehidupan sehari-hari, Zakat terpaksa dikeluarkan hanya karena wajib apalagi shodaqoh ke fakir miskin. Tapi bedanya... kalau nraktir client, pacar, Boss, atau customer nyah nyoh wae serasa budget tak terbatas. Bukankah menabung untuk akhirat itu lebih indah? Puasa dilakukan cuma saat Romadhon, itupun terpaksa dan lebih sering bolongnya apalagi puasa Sunnah. Sholat selalu tertunda untuk urusan bisnis dan kerja, atau lebih asyik menggunakan/ meminjam istilah sebagai musyafir demi menunda sholat hingga tak dilakukan. Jangan tanyakan sholat Jama'ah jika sholat sendirian saja nggak dilakukan, apalagi hal-hal yang sunnah. Heh... Itu baru masalah Rukun Islam yang terabaikan gimana dengan lainnya?
Jangan tanya penegakan fiqih, akidah ataupun akhlaq di mata umat sendiri. Bukankah sudah jelas beliau (Nabi Muhammad) diturunkan ke Bumi untuk menyempurnakan akhlaq manusia. "Innama buitsu liutammima makarimal akhlaq." Lalu mengapa harus alergi dengan kata jihad, bahkan men-cap semua pejuang jihad adalah teroris, sama seperti perilaku media massa. Tahu tidak, betapa tipisnya perbedaan antara halal dan haram setipis keimanan umat Islam di era modern. Makanan yang halal dan haram terhidang satu meja, uang yang halal dan haram masuk dalam satu rekening yang sama. Harta buat yang berhak dan harta kita menyatu dalam tempat yang sama. Semuanya hanya dibatasi oleh keimanan dan akhlaq pada masing-masing umat.
Katanya ngakunya agamanya Islam, tapi minum-minuman beralkohol masih dilakukan, judi dilakukan, korupsi itu sudah kebiasaan, bermain atau punya hubungan dengan wanita tanpa ikatan, itu sudah lumrah. Lalu sholat juga kadang kalau mood, apalagi ngaji dan baca quran. AlQur'an hanya jadi pajangan di lemari kaca atau rak buku. Kemusyrikan masih kita lakukan dan ekspos dengan bangganya di negeri ini, demi mengikuti ritual adat yang bertentangan dengan norma-norma agama. Lantas, kalau sudah seperti ini, masih pantaskah kita mengaku kalau bagian dari umat Muhammad Saw? Masih pantaskah kita mendapat surganya? Wallahualam bis showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar