Saya menulis ini, karena terus terang sudah jengkel dengan perilaku masyarakat Indonesia. Selain itu Pemerintah melalui Polri dan Dinas Lalu Lintas dan Jalan Raya belum saya lihat peran aktifnya dalam menegakkan budaya tertib dan disiplin berlalu lintas di jalan raya.
Padahal, hal ini berbanding lurus dengan tingkat kecelakaan di jalan raya. Harus diakui bahwa tingkat kecelakaan berlalu lintas di negara Indonesia ini sangat tinggi, tiap hari pasti ada korban tewas dalam kecelakaan lalu lintas (saya belum dapat angka pasti, nanti nyusul).
Kembali pada topik permasalahan, bahwasanya masyarakat dan pemerintah ini rendah perhatiannya dalam menegakkan aturan-aturan berjalan raya. Beberapa contoh di bawah ini adalah pelanggaran-pelanggaran yang biasa terjadi di sekitar kita, antara lain:
1. Menyalip/mendahului kendaraan di depannya di garis lurus (tidak putus-putus).
Barangkali tidak semua pengguna jalan tahu arti garis putus-putus dan garis lurus. Padahal pada soal tes untuk mendapatkan SIM, pertanyaan itu selalu ada (nggak tahu kalau cara mendapatkan SIM dengan ’jalur lain’). Garis lurus (tidak putus-putus) biasanya ditandai pada tikungan, daerah yang sempit dan rawan kecelakaan. Oleh karena itu kendaraan tidak boleh menyalip kendaraan di depannya pada marka jalan ini karena akibatnya fatal.
Pelaku: Hampir semua jenis kendaraan melakukannya.
2. Berhenti pada perempatan/tikungan jalan raya.
Tindakan berhenti mendadak di tikungan/perempatan ini bisa mengakibatkan kemacetan yang luar biasa. Padahal biasanya halte umum berada tak jauh dari lokasi tersebut. Ealah... kok ya nggak berhenti disana toh? Parahnya hal ini sangat rentan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Pelaku: biasanya mikrolet/angkot, tukang ojek, atau bus sering melakukannya. Hal ini dikarenakan pula sikap (calon) penumpang untuk naik atau turun di tempat yang ’strategis’ ini.
3. Memotong laju kendaraan lain untuk kemudian berhenti atau belok kiri.
Seringkali ngalami tuh, apalagi lagi enak-enaknya menikmati jalanan lempeng mulus dengan memacu kendaraan sedang-sedang. Tiba-tiba didahului oleh angkot yang kemudian minggir dan minggir lalu berhenti dengan tempo yang cepat. Grrh... mangkel nggak sih!!! Ini kan berbahaya, coba kalau seandainya pengendara yang didahului itu nggak cepat menghindar, bisa tabrakan tuh.
Pelaku: biasanya sepeda motor, kendaraan umum seperti mikrolet/angkot dan bus kota, tapi tak jarang kendaraan pribadi juga sering memotong dengan tiba-tiba ketika hendak belok kiri.
4. Melawan arus lalu lintas.
Perbuatan melawan arus itu sama saja dengan menantang maut. Hal ini bisa mencelakai diri sendiri dan pengendara lain yang sudah benar di jalurnya. Biasanya para pengendara yang melakukan perbuatan ini dikarenakan ingin mengambil lintasan terpendek menuju tujuannya atau menuju U turn.
Pelaku: biasanya motor, becak, sepeda angin, bajaj, angkot dan kadang-kadang mobil pribadi.
5. Menerobos lampu merah
Pengendara yang melakukan ini pasti kebelet pipis atau eek. Perbuatan ini selain berbahaya bagi diri sendiri juga berbahaya bagi pengendara lain yang sudah taat lalu lintas. Namun bagi mobil Pemadam Kebakaran, Ambulance, atau mobil Polisi yang mengejar pelaku kriminal, perbuatan ini halal hukumnya karena alasan yang sangat mendesak.
Pelaku: semua pengendara jenis apapun pernah melakukannya.
6. Menyeberang Jalan Raya Sembarangan
Tidak hanya pengguna kendaraan yang mendominasi pelanggaran lalu lintas, pejalan kaki juga mengambil peran penting. Heran aku, sudah disediakan zebra cross atau jembatan penyeberangan kok ya nyebrangnya masih sembarangan. Jadi pejalan kaki kok ya nanggung, tinggal jalan bentar naik jembatan, atau bareng-bareng lewat zebra cross kan enak, daripada membahayakan nyawa sendiri.
Pelaku: semua pejalan kaki
Ya, sebenarnya masih buanyaaaak sekali pelanggaran lalu lintas yang terjadi di sekitar kita. Saya melihatnya itu bagian dari budaya bangsa Indonesia (dalam hati ngenes banget). Pemerintah lewat instansi yang terkait seharusnya mengambil peran aktif untuk memberi pengarahan dan sesekali atau memberikan hukuman atau peringatan untuk shock terapi. Hal ini tentunya menuntut konsistensi Pemerintah agar tertib hukum di masyarakat ini terjadi. Selain itu kita yang sudah mengerti cara berlalu lintas baik tidak terbawa budaya jelek lalu lintas kita.
Ketika saya jalan-jalan ke Singapura, rasanya senang banget lihat lalu lintas jalan raya yang tertib. Membandingkan ketertiban berlalu lintas disana dengan Indonesia, ibarat membandingkan Bumi dengan Langit. Pejalan kakinya bisa enjoy jalan di peditsrian, menyebrang jalan menunggu walking lamp menyala, dan tidak ada PKL jualan di trotoar. Coba bandingkan itu dengan Surabaya atau Jakarta!
Lagi-lagi saya harus mengakui bahwa bangsa Indonesia memang pantas ketinggalan jauh dari negara lain yang lebih berbudaya tinggi. Padahal displin diri adalah cermin dari sikap dan perlaku bangsa. Hmm..... kapan kita mau berubah maju kalau aparat Pemerintah selaku pembina perilaku masyarakat tidak memberikan contoh yang benar? Dari situ seharusnya timbul upaya bersama rakyat dan pemerintah untuk membangun disiplin nasional dalam berlalu lintas.